Sahabatku Loper Koran #2


Minggu-minggu berikutnya aku mengajar anak-anak barak. Meskipun aku hanya mengajar di hujung minggu. Mereka pada mulanya sedikit enggan untuk aku  ajak belajar. Setelah itu aku kumpulkan teman-teman kuliah  untuk bisa membantuku mengajar anak-anak barak. Dan mereka bersedia membantu.

"Hari ini, bang Tandra kumpulkan adik-adik semua untuk belajar bersama-sama. Dan hari ini juga bang Tandra bawa abang-abang dan kakak-kakak yang cakep-cakep" mengawali sesi hari pertama. Tetapi, anak-anak kurang begitu semangat. Mungkin dalam fikiran mereka pelajaran ini sangat membosankan. Setelah itu Khikmah, Henni, April, Gilang dan Aim alias Rahim, mereka memperkenalkan diri kepada anak-anak.

"Bang Tandra, kami mahu main-main saja. Nggak mahu belajar" celetuk anak dari belakang.

"Iya, kita bakal ada mainnya kok. Kita belajar sambil bermain" aku  menjelas kepada anak-anak.

"Asik....asik...kita main-main" teriak semua anak.

Dunia anak memang selalu dekat dengan dunia permainan. Tapi, mereka adalah anak-anak yang nasibnya kurang beruntung. Orang tua mereka, dengan ekonomi lemah sehingga membiarkan mereka begitu saja. Kehidupan liar jalanan menjadi pilihan mereka.

Aku, Khikmah, April, Henni dan Aim, Gilang sudah membagi tugas masing-masing. Di hari pertama kami mengajak anak-anak untuk mengenal huruf. Anak-anak cukup semangat dan antusias. sekitar dua jam kelas berlangsung. Hari juga sudah siang, anak-anak mengeluh perut mereka mulai lapar. Di sesi akhir kelas Henni yang jago musik dan anak-anak menyanyikan lagu pank rock jalanan yang menjadi mars anak jalanan, sehingga suasana semakin akrab.

“Ku ingin tahu siapa namamu
dan ku ingin tahu di mana rumahmu
Walau sampai akhir hayat ini

Jalan hidup kita berbeda
aku hanyalah punk rock jalanan
Yang tak punya harta berlimpah
Untuk dirimu sayang..”



***
Dari minggu ke minggu acara kelas semakin asik. Belajar yang kami konsep semakin menarik anak-anak. Belajar sambil bermain, menyusun puzzle dengan alat-alat peraga yang kami bawa. Mengajarkan mereka sholat, Aim yang jago mengaji juga mengajarkan mereka huruf hijaiyyah.

Ray kini sudah pandai membagi waktu, setiap minggu, jam 10 pagi  ia cepat-cepat pulang ke barak untuk mengikuti kelas.

"Ray...kok kamu sudah pulang? Apa koran-koranmu sudah habis terjual?," Tanyaku pada Ray.

"Belum bang. Aku mau belajar sama abang dan kakak-kakak. Koranku masih ada beberapa lagi. Tenang bang, yang penting setoran sudah dapat, untung juga sudah dapat walau nggak banyak," Ray menjelaskan penuh semangat. Aku hanya bengong di hadapannya. Masih kecil sudah begitu keras perjuangannya. Aku menyalahkan diriku sendiri yang belum bisa berbuat banyak untuk mengentaskan kemiskininan.

Keluargaku yang hidup serba kecukupan, orang tua yang memiliki pekerjaan yang layak bahkan menjadi orang penting di Ibu kota ini. Tatapi, semua itu harus aku sembunyikan dari teman-teman dan anak barak.

Bagikan

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

2 Comments

  1. Ini masih bersambung lagi kak wie ??? Hemm... Hati2, mereka pada minta royalti hlo, hhaa

    BalasHapus
  2. Masih brsmbung Mba. Minta royalties gua ksh choki2 1 aja hehe

    BalasHapus