Fatwa Ekonomi Penumpang Bus


By Google 
Siang menjelang sore saya dan kakak hendak ke Jogja. Tujuan kami ke Bandara Adi Sucipto. Dari desa Playen, Gunung kidul kami dihantar naik mobil sampai persimpangan. Sebaik saja sampai simpang bus yang akan kami naiki pun lewat. Tanpa menunggu lama kami langsung naik dengan bawaan 1 tas backpack dan 1 koper cabin.

Sampai di dalam bus, semua bangku penuh. Aku dan kakak serta beberapa orang lainnya harus berdiri. Kakak berdiri dekat pintu sementara aku berdiri di bagian tengah. Tidak sengaja aku mendengar dua wanita separuh baya sedang asik berbincang. Bukan sengaja menguping pembicaraan mereka. Tapi obrolan mereka emang begitu jelas. Hingga sampai pertengahan perjalanan baru kutahu mereka tidak saling kenal sebelumnya. Mereka begitu asik menceritakan masalah pekerjaan masing-masing. Wanita berjilbab biru berprofesi sebagai pekerja laundry, sedangkan wanita berambut ikal adalah guru.

Keduanya berbincang seputar laundry dari jenis sabun yang dipakai hingga merek mesin cuci. Hingga obrolan berlanjut ke ranah pribadi. Wanita berjilbab biru menceritan pekerjaan suaminya sebagai pembuat tas di salah satu pabrik tas di Bandung. Tas yang dibuat semuanya dari anya man tali. Sudah bekerja selama sepuluh tahun lebih. Tapi, gajinya tidak banyak perubahan dari awal masuk kerja dulu. Aku yang mendengar ikut miris.

Bus melaju cukup kencang. Tanpa sadar bus sudah memasuki kawasan bukit bintang. Tempat yang cantik jika malam hari. Memasuki kawasan Pathuk ibu berambut ikal memberi pesan "Ekonomi wong susah kadang terlihat ngenes, Mba. Asal mba punya niat untuk lebih baik, hasil yang didapat dari kerja hari Ini  harus disisihkan agar bisa buka usaha impian sampean. Ojo ngarep banyak sama pemerintah akan bantuan. Allah lebih kaya dari pemerintah" ibu berambut ikal segera berdiri karena tempat tujuannya sudah dekat. Aku yang mendengarkan menyerap pesan itu dan mengaminkan impian Wanita berjilbab biru.

Bagikan

Artikel Terkait

Previous
Next Post »