Sisi Lain Kota Pelajar

Dokpri 

Jalanan itu tak pernah sepi. Selalu ramai oleh pengunjung dari dalam dan luar negeri. Jalanan yang ketika malam menjelma bagaikan pasar. Emperan toko-toko ketika sore tiba berjejalan pedagang kaki lima, orang-orang menyebutnya angkringan. Lampu-lampu kota, lampu dari angkringan pedagang menambah lagi suasana yang meriah.

Aku duduk di tangga sebuah mall, nama mall itu sama persis dengan nama jalanan yang selalu padat pengunjung. Hari mulai gelap,  sang saga perlahan merangkak pergi, gradasi warna mulai berubah gelap, ditambah mendung yang menggelayuti langit sore itu. Aku masih setia menunggu sesuai waktu yang dijanjikan. Asik aku memandangi manusia berlalu lalang, dengan berbagai gaya, dari baju tertutup hingga terbuka. Bagiku sudah biasa. Di Malaysia aku juga sering melihat pemandangan seperti itu. Sesekali aku melihat layar handphone barangkali ada pesan yang singgah. Ternyata benar, seorang teman ingin berjumpa denganku. Tapi bukan teman yang aku tunggu saat itu. Ini satu kesyukuran, di kermaian kota yang satu orang pun tidak aku kenal tiba-tiba teman yang pernah merantau di negeri jiran ingin berjumpa denganku. Setengah jam berlalu. Teman yang ingin berjumpa denganku pun tiba. Puluk, cipika cipiki mendarat di pipiku. Rindu dan haru bercampur menjadi satu.

Akhirnya kami mencari tempat untuk ngobrol lebih santai. Cafe coffe yang menjual berbagai donat dan cukup terkenal akhirnya jadi pilihan. Kebetulan saat itu aku lagi butuh kopi untuk menambah tenaga setelah berkeliling seharian. Tempat di ruangan cafe hampir penuh. Hanya ada satu meja dengan beberapa kursi dibagian tengah. Entah kenapa mataku tertuju pada dua orang laki-laki yang duduk di bangku pojok. Laki-laki tinggi dengan penampilan necis, namun usianya aku taksir sudah kepala lima, sedangkan lelaki yang satunya masih muda, penampilan cool, dengan kaos pas badan, celana jeans, sepatu sport gaya rambut tidak cepak tapi cukup rapi gayanya atletis banget, mungkin usianya 20an.

Entah kenapa ekor mataku selalu menjeling ke pojokan tempat laki-laki berdua itu ngobrol. Ada glagat aneh. Lelaki yang agak tua dari gaya bicaranya sedikit kemayu. Eh, pas aku melihat mereka, mataku bertembung mata dengan lelaki yang masih muda. Secepat mungkin aku tunduk, antara malu dan embuh. Tapi, laki-laki itu terlihat kaku. Lantas ia menyalami bule yang menghampiri keduanya. Setelah itu aku ngobrol dengan teman-temanku. Ngga sengaja telingaku mendengar obrolan mereka bertiga. Dengan ekor mata aku melirik.  Posisi duduk bule dan laki-laki muda itu membelakangiku. Seketika aku mengucap, beristighfar berkali tangan bule meraba-raba lelaki muda. Setelah itu aku tukar posisi duduk agar tidak melihat apa yang mereka lakukan.

#odop #bloggermuslimahindonesia

Bagikan

Artikel Terkait

Previous
Next Post »