Mengajarkan Anak Menjadi PNS Dari Kecil

Gambar by: google
Dewieajaa.blogspot.com

Belum kawin sudah ngomongi anak (Aku ingin berbagi sedikit pengalaman waktu kecil). Aku terlahir dari keluarga sederhana. Ketika usiaku menginjakan 4 tahun, abah pernah jatuh lumpuh karena sakit rheumatic sampai beberapa tahun. Saat itu ibulah yang jadi tulang punggung keluarga. Ibu yang turun ke sawah, meskipun kami tak punya sawah. Menyewa sawah orang lain lalu dikelola. Setiap hari ibu membawaku dan kedua adiku yang masih kecil pergi ke sawah. Sebelum ke sawah, ibu sudah siap masak untuk makan abah selama di tinggal ibu ke sawah. Jarak rumah ke sawah yang ibu sewa lumayan jauh. Ibu membawa sepeda tuanya, aku dan adiku yang nomer dua di bonceng di belakang, sementara adiku nomor tiga digendong. Sebenarnya ibu kewalahan untuk membawa kami bertiga, tetapi jika di tinggal di rumah kasihan dengan abah. Sementara abah juga untuk berjalan saja susah.

Waktu kian beranjak, dari kehidupan yang susah payah. Akhirnya abah mulai sembuh, sudah dapat berjalan kembali. Abah belum dapat bekerja seperti biasa. Apalagi saat itu abah hanya seorang buruh kasar. Ibu tidak ke sawah lagi, membuka warung kecil-kecilan adalah cara terbaik supaya  dapur tetap ngebul. Abah juga mulai mengelola tanah kakek yang ada di belakang rumah kami. Tanah kosong itu di tanami berbagai jenis sayur-sayuran dan sesekali ditanami dengan buah semangka, timun.

Belajar Menjadi PNS (Pengusaha Nan Sukses)

Saat itu aku duduk di kelas 4 SD. Abah memanen tanaman kangkungnya. Sambil mencabut kangkung yang akan di jual ke pasar, abah menawari duit jajan. "Kak, mau abah kasih uang jajan tambahan gak" Tanya abah padaku. Namanya anak kecil kalau dikasih duit jajan pasti langsung semangat 45. "Iya mau..." jawabku semangat. Hati berbunga-bunga bakal dikasih uang jajan tambahan. "Tapi ada syaratnya" kata abah lagi. "Apa itu syaratnya?" Jawabku penasaran, sambil tetap mencabut kangkung. "Syaratnya nanti kangkung yang kita cabut ini, abah ikat terus kakak yang jual keliling kampung." Aku masih berpikir-pikir untuk menerima tawaran abah, menjual kangkung keliling kampung. Dengan iming-iming uang jajan tambhan akhirnya aku mau untuk berjualan keliling kampung.

Sepeda kecilku akhirnya disulap menjadi sepeda dengan keranjang di belakang. Sepuluh ikat kangkung diletakan di dalam keranjang. Hati masih terasa berat untuk menjajakan kangkung, rasa malu pun ada karena itu pertama kali aku di ajarkan untuk mendapatkan uang jajan dengan bekerja terlebih dahulu. Ku kayuh pedal sepeda miniku ke simpang sebelah. Ku datangi tempat ibu-ibu berkumpul di siang menjelang sore. Tak ku hiraukan apa yang di ceritakan mereka. "Uak kangkung...kangkung" ku tawarkan daganganku kepada ibu-ibu yang berkumpul di bawah pohon jambu. Sepuluh ikat kangkung yang ku bawa dari ladang akhirnya tersisa dua ikat lagi. Yang awalnya malu-malu melihat dagangan habis aku mulai semangat. Setelah itu aku mengayuh sepedaku lagi, ku tawarkan kepada ibu-ibu yang lagi duduk-duduk di teras rumahnya. Akhirnya dua ikat kangkung yang tersisa ludes dan ada ibu-ibu yang tidak kebagian. Ku kayuh sepeda dengan semangat kembali ke ladang. Dari jauh aku sudah menunjukan senyuman karena akan diberi uang jajan tambahan oleh abah.

"Bah...abah..." teriaku dari kejauhan. Abah Yang masih mengikati kangkung sontak heran. "Kenapa cepat Kali pulangnya kak?apa sudah habis kangkungknya?" Tanya abah saat aku memarkirkab sepedaku. "Sudah habis, bah" jawabku bangga. Ku serahkan uang hasil jualan kepada abah. "Bah...ada ibu-ibu yang mau lagi kangkungnya." Lalu abah memabawakan sepuluh ikat lagi dalam keranjangku. Hampir satu jam aku berkeliling menjajakan kangkung. Akhirnya sepuluh ikat yang kedua juga ludes. Ku serahkan hasil jualan kangkung seluruhnya kepada abah. Sesuai perjanjian abah akan memberiku uang jajan tambahan. "Ini uang jajan tambahan untuk kakak karena sudah bantu abah jualan kangkung" sambil menyerahkan uang 500 rupiah bergambar orang hutan. Saat itu 500 rupiah sudah banyak sekali untuk jajan. Semenjak itu aku sering bantu abah memasarkan hasil kebunnya. Dan adiku yang nomer dua jadi ikut-ikutan untuk berjualan.

Ketagihan Berjualan

Dari berjualan keliling kampung akhirnya aku ketagihan berjualan. Makanan kecil yang di jual ibu di warungnya aku bawa ke sekolah. Ku tawarkan ke teman-teman sekelas. Akhirnya laris manis tanjung kimpol dagangan laris duit nggak kumpul. Hasil jualan kadang aku belikan makanan lain sisanya baru aku setor ke ibu (hahahah ini yang buat ibu marah-marah, jangan di tiru). Walaupun marah-marah ibu masih ngasih kesempatan untuk aku berjualan lagi. Tetapi, kali ini pakai perjanjian. Isi perjanjiannya adalah "kalau uang setoran kurang, maka uang saku sekolah akan di kurangkan sebanyak uang yang terpakai" perjanjian yang berat saat itu. Dari perjanjian yang ku sepakati akhirnya aku tidak berani memakai uang hasil jualan itu untuk membeli sesuka ku. Ku setorkan hasil jualan dengan jumlah sesuai barang yang laku. Dan ibu sang at senang aku pun diberi imbalan sebagai upah.

Berjualan di Sekolah Minggu (gereja)

Aku mulai punya tabungan sedikit. Tiba-tiba punya ide gila. Uang tabungan yang sedikit itu kubelikan berbagai makanan ringan, gambaran mainan anak-anak dan kelereng semua itu ku jadikan bahan daganganku. Setiap sore di samping rumah kakek banyak anak-anak berkumpul bermain kelereng. Dagangan ku sangkutkan di jendela rumah kakek dan anak-anak pun banyak membeli makanan ringan yang aku jual (ini edisi saingan sama emaku hahaha). Setiap keuntungan aku jadikan modal selanjutnya. Akhirnya barang daganganku mulai banyan. Setiap hari minggu ku kayuh sepeda miniku sambil bawa dagangan. Ku parkirkan sepeda di depan gerbang gereja HKBP, banyak anak-anak sebelum masuk ke gereja mereka berkerumun di sepedaku untuk membeli kelereng dan makanan kecil.

Semangat Menjadi PNS Melekat Hingga Sekarang 

Saat SMP aku masuk di sekolah swasta yayasan Cina. Mayoritas siswanya pun Cina. Setiap hari aku mengambil order makan siang. Karena guruku sering beli makan siang di warung ibuku. Setiap ambil order ibu selalu memberi upah untuku.

Sampai hari ini semangat untuk jadi Pengusaha Nan Sukses (PNS) masih menggebu. Sambil bekerja di pabrik, aku juga sambil berjualan Online. Berbagai jenis barang seperti gamis, buku dan jilbab. Pernah menjual buku the secret of shaliha sampai 500 eksemplar dalam 3bulan, buku diary ramadhan 100 eksemplar dalam 1 bulan. Meskipun jarang promosi disosial media tapi selalu ada saja orang yang pesan gamis, jilbab dan buku-buku Islam. Lumayan untuk tambah-tambah ngisi tabungan (lumayan daripada lu manyun hahaha). Dan saat ini juga ada usaha cafe dan laundry bareng teman-teman. Semoga ketika kembali ke tanah air bisa membuka usaha yang akan aku kelola sendiri.

Semangat jadi PNS (Pengusaha Nan Sukses)




Bagikan

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

4 Comments

  1. Luar biasa mbk Dewi ...
    Menginspirasi sekali

    BalasHapus
  2. So inspiring kak Dew 😊.
    Merinding bacanya...
    Aku juga mau jadi PNS.
    *Penulis Nan Sukses.
    *Perempuan Nan Sholehah.
    Aamiin...

    BalasHapus