Lelaki Ojek Payung


Orang-orang pasti tahu jika sering naik turun angkutan di terminal Bandar kajum. Laki-laki dengan perawakan kecil, dengan pakaian yang rapi, selalu memakai topi fedora dan celana begi.

Laki-laki yang masih betah menyendiri. Masih bertahan denga status single. Laki-laki yang usianya tak lagi muda. Teman-teman sebayanya sudah mempunyai cucu. Namun, lelaki itu masih tetap betah sendiri.

Lelaki itu tidak memiliki pekerjaan tetap. Salah satu yang bisa dilakukannya menjadi ojek payung. Tidak harus menunggu hujan untuk menjadi ojek payung. Panas terik pun ia tetap memayungi para penumpang yang akan pindah angkutan, dari angkutan satu ke angkutan lainnya.

Dari sana pundi-pundi receh berpindah ke tangannya. Tidak banyak hasilnya. Meskipun ia memulai pekerjaannya dari pagi hingga petang menjelang. Namun, untuk lepas makan sehari sudah cukup baginya. Toh tidak ada anak, istri yang akan dibiayai.

"Ta, kopi satu ya. Seperti biasa" Ejen meletakkan payungnya di sudut warung. Lantas duduk di kursi belakang. Melepas topi dan mengelap keringat. 

Saat jam makan siang selalu memesan kopi tubruk dan nasi dengan lauk seadanya.

Riuh suara bus-bus besar di terminal sudah biasa baginya. Tidak peduli dengan kegaduhan terminal. Bagi dirinya biarlah kesunyian dalam hidupnya yang tetap kekal. Namun, jangan lingkungan di sekitarnya yang sunyi. Karena keramaian dirinya sedikit hiburan agar tetap waras.

Bagikan

Artikel Terkait

Previous
Next Post »