Tampilkan postingan dengan label Renungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Renungan. Tampilkan semua postingan

Jika Langit Dan Batas-Batas Negara Bisa Di Tembok



Asap kebakaran hutan dan lahan semakin pekat. Tidak hanya di daerah Riau dan Kalimantan saja. Tetapi, daerah-daerah yang berhampiran juga terjadi imbasnya.

Asap seakan reuni di angkasa raya. Tidak sekedar di Indonesia bahkan sampai manca negara, Malaysia dan Singapore kebagian pekatnya.

Sumpah serapah keluar dari mulut-mulut manusia. Apalagi Malaysia - Indonesia, kakak - adik yang tidak pernah akur. Banyak cekcoknya daripada akurnya.

Jika langit dan batas-batas negara bisa di tembok. Akan kami tembok semesta ini sesuai garis-garis perbatasan. Agar asap ini tidak sampai ke sana. Biar kami yang menghirup, bukan tetangga dekat kami.

Tetapi, ini alam semesta. Tuhan yang punya, Tuhan pula yang berkuasa. Ingin diterbangkan kemana asap-asap itu nantinya.

Bencana ini bukan bencana yang diminta, bahkan kami pun enggan menerimanya. Tapi, apa daya semua terjadi dengan sendirinya. Dan bisa jadi ulah manusia.

Pada Garis Cakrawala Memanggil Cinta

Dokpri

Suhu mencapai 30°C. Matahari begitu terang meskipun hampir mendekati kaki cakrawala. Semakin petang pengunjung pantai kian ramai. Muda-mudi, orangtua dan kanak-kanak. Tampak sepasang, dua pasang muda mudi memadu kasih. Ntah sudah berstatus suami istri atau hanya sekedar dalam jalinan kasih anak masa kini.

Aku memandang ke pantai lepas. Airnya pasang, namun anak-anak berlari riang, mandi tanpa busana di badannya. Ada pula yang berlompat tanpa papan lompatan, menirukan perenang internasional dalam ajang perlombaan paling bergengsi. Di sebalah kiri, Aku melihat sekerumunan orang. Bermain pasir. Di sebagain yang lain orang-orang sibuk berswafoto di spot yang disediakan untuk menarik pengunjung.

Kulihat lagi lautan yang airnya coklat susu. Tampak satu dua kapal nelayan hilir mudik di sana. Suara mesinnya bak klotok membelah dinding rawa Kalimantan. Beberapa tiang terpancang di kapal nelayan. Seperti tiang bendera. Bukan kain merah putih terpasang di ujunya. Tetapi diletakkan kain berwarna warni. Berkibar lah kain-kain itu dihembus angin pantai. Bapak tua dan anaknya yang bertelanjang dada. Di atas kapal nelayan yang sangat sederhana. Menebar doa, menjaring pinta.

Sang saga makin merona. Para pengunjung semakin menikmatinya. Kata mereka "menunggu senja." Ombak semakin menggulung ke bibir pantai. Senja yang mereka tunggu hampir tiba. Para nelayan pun kembali ke peraduannya ketika laungan azan memanggil-manggil para hambaNya, untuk pulang bersujud kepada pemilik cinta.

Dear yang Masih Menjadi Rahasia Namun Terlantun Dalam Doa-Doa Malam yang Panjang



Tulisan ini untukmu yang masih menjadi rahasia dan tanda tanya besar di benakku. Kali ini aku menuliskan tentangmu. Tentang kamu yang masih rahasia. Dan bisa jadi aku juga rahasia bagimu. Sepertiga ramadan sudah terlewati. Namun aku masih sendiri tanpamu. Tapi tidak mengapa karena aku tahu kamu akan hadir di waktu yang tepat dan terbaik menurutNya. 

Untuk kamu yang masih dalam genggaman rahasiaNya. Semoga kamu selalu sehat walafiat. Tidak lupa beribadah dan berdoa agar kita segera dipertemukan dengan keadaan siap. Aku pantas untukmu dan kamu pantas untukku. Kita saling memantaskan. 

Untuk kamu yang namanya sudah tertulis rapi di lauhulahfuz. Katanya kita berjodoh ya? Katanya namamu dan namaku sudah tertera di sana. Namun kita tidak sama-sama tahu. Ini rahasia besar Nya. Kita tidak usah saling gusar, gundah gulana. Cukup yakin dan percaya serta berpikir positif kepada Nya. Sampai saat ini kita belum berjumpa barangkali jalan yang kita tempuh memutar untuk sampai pada mahligai indah yang disatukan dengan mitsaqon gholidzo. 

Untukmu yang kelak akan menjadi imamku. Izinkan aku membayangakan bagaimana kelak akan bertemu denganmu. Bisa jadi kita bertemu dalam perjalanan, dalam pertemuan-pertemuan atau dalam pesta pernikahan teman sejawat atau temab masa kecil kita. Ah sungguh itu rahasia yang hanya bisa aku bayangkan tanpa tau gimana kebebarannya. 

Untukmu yang kelak menua bersamaku. Izinkan aku menyimpan rindu terhadapmu di ruang paling dalam sanubariku. Hingga saat bertemu kau akan tau betapa besar rinduku saat menantimu. 

Untuk kamu yang kelak membimbingku. Mengalihkan tugas ayahanda tercintaku ke bahumu. Dalam doa-doa panjang malamku. Aku selalu berdoa untuk kebaikan-kebaikanmu. Hingga ketika kita berjumpa kita dalam keadaan yang baik pula. 

Apakah kamu juga sama denganku. Ketika kau berbincang dengan Rabb mu selalu membincangkanku dalam doa mu?. Ah aku selalu ingin tau ya?. Tapi aku yakin kamu juga sama denganku. Kita saling mencari, saling berusaha dan saling berdoa untuk bisa segera bertemu. 

Biar ini menjadi rahasia sementara di anrara kita sebelum kelak kita. Karena Allah tidak akan membiarkan kita merintih dan menangis ketika sudah berusaha. 

Untuk kamu yang masih rahasia. Jaga hatimu dan aku jaga hatiku. Dan kita menjaga hati untuk hati yang terjaga. 


#day11
#ramadhanberkisah
#penajuara 
#rahasia 

Memaknai Kehilangan


Kamu tahu defenisi hilang atau kehilangan? Hilang atau kehilangan adalah ketika suatu hal entah itu orang atau barang yang terlepas dari kita, meninggalkan kita dan tidak akan pernah kembali. Tidak akan pernah terlihat lagi. Tidak pernah akan bisa kita sapa lagi, tidak bisa kita mainkan lagi. Bahkan makna kehilangan bisa luas dari itu. 

Kamu pernah merasakan kehilangan? Atau pernah ditinggalkan orang yang kamu cintai? Setelah sekian tahun bersama.Rasanya pasti nyesek banget. Pernah kah ditinggalkan karena kematian?. Rasanya pasti meyakitkan. Ketika rindu tidak dapat digapai. Pasti ada perasaan marah, sedih, ingin menangis. Tapi luapan perasaan itu hanya bisa disampaikan, bisa dipeluk lewat doa-doa. 

Menangis saat mengenang kehilangan rasanya hanya sia-sia. Ia tidak akan pernah kembali. Tapi, ketika menangis bisa jadi memberikan sedikit keringanan dan kelegaan pada beban yang sedang ditanggung. Tapi, sedih berterus-terusan bukanlah jalan terbaik meratapi kehalangan. Kamu harus maju. Untuk maju tidak boleh berlarutan dalam kesedihan. Dengan langkah kecil dan tertih dan usap air mata melangkahlah. Karena maju itu dimulai dengan langkah walau sekecil apapun itu. Bukan terpuruk berlama-lama. 

"Hidup adalah  rangkaian pengalaman tentang kehilangan" [Eloy Zaluku] 

Tidak ada yang abadi di dunia ini. Pasti ada saja peristiwa kehilangan yang kita alami. Entah kehilangan untuk selamanya atau sementara. 

Seperti halnya ramadhan yang kita lalui sekarang ini. Tepat hari ini ramadhan sudah berjalan 6 hari lamanya. Bearti sudah berlalu selama seminggu. Bearti kita juga sudah kehilangan enam hari yang berharga. Selama enam hari ini apakah kita sudah benar-benar membuat ramadhan begitu spesial? Atau hanya sekedar ritual puasa. Setiap hari yang dilalui masih sama. Tidak ada beda dengan bulan atau hari biasanya. Kitab-kitab yang berdebu masih jadi penghias lemari. Sholat lima waktu masih bolong-bolong bagai gigi nenek sudah tua. Atau masih berbuat maksiat. Sungguh ketika enam hari ramadhan berlalu kita sudah menyia-nyiakan dan kehilangan waktu yang berharga. Semua itu tidak akan kembali dengan mudah. 

Mungkin ramadhan akan kembali tahun depan. Apakah pasti usia kita sampai tahun depan? Tidak ada yang menjamin semua ini. Bisa jadi sedetik atau semenit dan sejam kemudian kita sudah kehilangan jatah usia kita. Allah sudah mencabut nyawa kita. Kepulangan yang amat rugi bagi kita. Ketika kehilangan jatah usia tapi amalan tidak bertambah bahkan semakin terpuruk. 

Jadi sebelum kita kehilangan apa yang kita cintai. Orang-orang yang bearti dalam hidup kita. Sebelum kehilangan nyawa yang lepas dari raga. Tetap lah menjadi sosok yang manis dan baik. Berikanlah kesan terbaik sebelum kehilangan menghampiri. 

#day6
#ramadhanberkisah
#penajuara 
#hilang