Belajar Bahasa Inggris Dari Koran Jakarta Pos

Gambar by Google 

Bagi sebagian orang belajar bahasa Inggris sangat menarik hingga mereka rela untuk mengambil pelajaran tambahan di tempat kursus  bahasa Inggris. Bahkan ada yang dengan mudahnya berbicara cas cis cus ala-ala bule. Tapi lain pula dengan saya, ketika berlajar bahasa Inggris lidah saya seperti kaku dan susah digerakkan. Lain pula jika harus belajar bahasa daerah, lebih lancar seperti jalan saya ditimpa aspal. Soal belajar bahasa Inggris ini ada satu ingatan yang membawa saya harus mengenang masa-masa putih-biru. Saya sekolah di sebuah yayasan Cina dengan guru-guru yang menurut saya punya kompeten tinggi. Sehingga dalam pelajaran selalu punya cara-cara mengajar yang luar biasa, teknik-teknik belajar yang kreatif dan metode belajar yang menarik.

Saat saya masih Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas 2 SMP tepatnya, saat pelajaran bahasa Inggris ada tugas  membuat makalah dengan susunan daftar isi, kata pengantar, latar belakang, pokok bahasan, kesimpulan dan daftar pustaka semuanya menggunakan bahasa Inggris. Bagi yang sudah cas cis cus dengan bahasa Inggris adalah sebuah pelajaran yang mudah, seperti halnya membuat makalah bahasa Indonesia. Tidak ada kendala. Tapi, bagi saya ini adalah tugas terberat seperti tugas ke medan perang yang medannya rawa dan lumpur. Ditambah lagi dengan gurunya, kalau saya nilai merupakan guru yang tegas, disiplin dan type perfeksionis. Setiap kalimat harus tepat _pronoun_, to be dan segala pernak perniknya. Sungguh saya akui, saat sekolah saya agak lemah dalam mata pelajaran bahasa Inggris. Dulu saat zaman saya SMP belum mengenal kamus digital. Jadi, kemana-mana saya harus membawa kamus karangan Hassan Shadily yang tebalnya seperti kitab. Saat itu kamus Indonesia-Inggris, Inggris-Indonesia karangan Hassan Shadily kamus yang paling ngetop hingga dibajak dan dijual di pasar-pasar pinggir jalan dengan harga murah meriah dari harga aslinya. Untung saja saat itu Ibu saya tidak membelikan bajakan.

Dari tugas makalah bahasa Inggris saya setiap hari kemana-mana membawa kamus bahasa Inggris tersebut. Setiap kalimat bahasa Indonesia yang saya buat satu persatu saya artikan ke dalam bahasa Inggris dengan bantuan kamus. Benar salah tidak saya pikirkan yang penting makalah saya selesai. Saat sudah diketik semua tugas dan saya jilid, dengan percaya diri saya pun mengumpulkannya kepada guru bahasa Inggris. Sedikit was-was dengan hasil tugas saya. Benar saja hampir keseluruhan apa yang saya artikan dalam bahasa Inggris mendapat tanda silang memakai pulpen merah. Saat itu jujur saja saya sedih. Tapi, saya tidak menyerah.  Saya ulangi lagi semua susunan bahasa Inggris yang saya buat. Tapi, saat mengulang beberapa kali harus konsultasi ke guru mata pelajaran bahasa Inggris. Akhirnya saya mulai paham dengan susunan kalimat pada bahasa Inggris.

Semenjak saat itu pula saya punya satu keinginan untuk bisa lancar berbahasa Inggris. Ibu saya setiap hari pergi ke pasar untuk berbelanja. Saya pun setiap hari ikut ibu ke pasar. Tepat di tengah-tengah pasar ada toko buku. Saya tertarik. Saat ibu sedang berbelanja, tawar menawar kangkung, toge, tomat dan cabai, aku pun menuju toko buku. Toko buku itu tidak terlalu besar, namun buku-bukunya banyak sekali. Dari buku baru hingga buku bekas, dari alquran hingga buku hadis, dari buku novel hingga komik pun ada dan buku doa-doa harian hingga surat kabar harian juga ada. Saat melihat-lihat surat kabar harian atau koran, saya melihat tumpukan koran yang warnanya sudah sedikit menguning. Saya tanya, ternyata itu koran bekas yang sering dicari pelajar. Otak saya bertanya-tanya, kenapa koran bekas banyak dicari pelajar? Kenapa tidak koran baru saja? Toh beritanya lebih segar daripada koran bekas. Akhirnya saya ambil satu lembar koran di tumpukan yang paling atas. Saya kaget. Semua bacaan di koran itu berbahasa Inggris. Di bagian paling atas tertulis nama media koran tersebut "The Jakarta Pos." Akhirnya saya tanya ke penjaga toko buku tersebut "kenapa koran ini banyak dicari oleh pelajar?" saya masih sedikit bingung sambil membolak-balik koran yang isinya berbahasa Inggris. "Koran itu biasanya dicari pelajar untuk tugas mengumpulkan berita berbahasa Inggris," jawab bapak penjaga toko buku.
Sejak saat itu saya pun membeli satu koran Jakarta Pos yang warnanya kertasnya sudah sedikit menguning karena usianya. Di rumah lembaran demi lembaran koran saya baca, walau tidak banyak tau arti dari apa yang saya baca. Setiap  hari saya baca, dengan suara lantang. Setelah bosan membaca setiap berita saya coba terjemahkan. Jelas hasilnya seringkali membuat saya bingung. Susunan katanya rancu tapi saya suka. Perlahan saya mulai banyak mengenal kosa kata. Dari koran Jakarta Pos saya belajar mengartikan kalimat bahasa Inggris ke bahasa Indonesia, tetap dengan bantuan kamus Hassan Shadily.

Bagikan

Artikel Terkait

Previous
Next Post »