Aku, Perpustakaan Dan Cerita Absurd Di Dalamnya



14 September ditetapkan sebagai hari kunjungan perpustakaan.  Bertepatan hari kunjungan perpustakaan kemarin Presiden Jokowidodo meresmikan perpustakaan nasional di jalan Merdaka, Jakarta yang terdiri dari 24 lantai dan menelan biaya biaya Rp465.207.300.000.(Kompas.com)

Tapi, tulisan ini tidak akan membahas tentang perhelatan peresmian perpustakaan nasional tersebut. Paragraf di atas hanya pembuka saja. 😀

Aku ingin mengenang sedikit tentang bagaimana berproses mengenal perpustakaan dan cerita-cerita yang seringkali absurd dan konyol. Selamat membaca hingga akhir. 😊

Aku Dan Perpustakaan SDN 167102
Aku mulai suka membaca dari usia Tk, tapi mulai kenal perpustakaan SD saat kelas 4. Saat itu aku seringkali bermain di kantor guru ikut teman sebangku yang mamanya juga guru di sekolah kami. Alhamdulillag guru-guru tak pernah marah meskipun duduk berlama-lama di situ, sambil memandangi deretan buku yang berbentuk file di lemari gantung dengan penutup kaca, sehingga buku-buku itu tampak dari luar. Memandangi piala berderet di atas lemari buku. Piala pertanda sekolah kami pernah memenangi lomba. Ruangan guru di sekolah SD ku tidak terlalu besar. Prabot di dalamnya juga tidak terlalu banyak. Hanya ada 2 meja panjang untuk guru-guru, kursi tamu, dua lemari buku dan meja kepala sekolah yang kanan kirinya bendera merah putih.

Di dalam ruangan itu ada satu ruangan lagi yang tidak pernah terbuka pintunya saat aku berada di ruang guru. Entah dasar apa mulutku menanyakan itu ruangan apa kepada seorang guru. Langsung saja Ibu itu menjawab "itu ruangan perpustakaan yang sudah lama tidak terurus." Mataku langsung membulat ketika mendengar perpustakaan, bibirku mencerocos dengan pertanyaan-pertanyaan. Ternyata kepala sekolah mendengar cerocosanku hingga akhirnya beliau bangkit dari tahtanya. Lantas hari itu juga beliau menyuruhku untuk membawa beberapa orang teman untuk membantu Pak Darso yang menjaga sekolah membersihkan perpustakaan.

Semenjak hari itu markas terbaik saat jam istirahat adalah perpustakaan dan aku pula yang diamanahi untuk menjadi pengurus perpustakaan SD 167102. Buku yang jumlahnya tidak terlalu banyak tiap hari aku susun rapi ketika teman-teman habis membaca buku.

Selama hampir setahun menjadi pengurus perpustakaan, kepala sekolah menyumbangkan buku-buku koleksi pribadinya dan tak jarang beliau membeli buku anak-anak untuk menambah lagi isi perpustakaan.

Aku sering sekali meminjam buku perpustakaan. Tidak cukup satu. Biasanya 3-4 buku seminggu. Saat sudah kelas 6 SD. Aku ada meminjam 5 buku. Satu diantara 5 buku tersebut tidak aku kembalikan karena aku suka dengan ceritanya. Buku itu tentang cerita rakyat. Tapi, buku itu akhirnya rusak karena terendam banjir besar yang melanda kampungku saat itu.

Aku Dan Perpustakaan Yaspen. R.A Kartini 
Saat SMP aku bersekolah di swasta Yayasan Pendidikan R.A Kartini. Sekolah ini 75% dihuni oleh etnis China, 20% pribumi dan 5% India Sing. Sejak SMP aku sudah banyak mengenal teman dari berbagai suku dan etnis. Kami membaur tanpa sekat agama, suku, warna kulit dan lainnya.

Aku punya seorang teman pindahan dari Jakarta waktu itu. Gadis cantik, berkulit putih, hidung kecil mancung, rambut panjang, bermata sipit dan dia begitu ramah. Aku akui di SMP yang menguasai perpustakaan adalah anak-anak china. Mereka soal membaca emang rajanya. Setiap jam istirahat jika ada tugas mereka mengerjakan tugas-tugas itu di perpustakaan dengan cara diskusi satu sama lain. Temanku yang pindahan dari Jakarat namanya Evi Wijaya, dia mengajakku untuk mengerjakan tugas dengan teman-teman yang lain. Maklum aku masih suka malu-malu jika bertemu dengan orang-orang baru. Apalagi di sekolah kami tidak sekedar SMP saja, tetapi dari TK-SMA.

Buku-buku di perpustakaan di sekolah kami ternyata begitu lengkap. Setiap lemari terisi penuh dengan buku-buku pelajaran atau pun buku-buku umum seperti novel dan lainnya. Majalah-majalah juga banyak. Dari saat itu aku sering bahkan hampir tiap hari mengunjungi perpustakaan. Berdiskusi apapun dengan teman sebaya, bahkan sering juga dengan kakak kelas dan kakak-kakak yang duduk di SMA.

Aku sering diajar belajar sempoa oleh kakak tingkat yang waktu itu duduk di bangku SMA. Namanya Hendra, ternyata beliau adalah kemanakan yayasan tempat aku sekolah. Kami banyak diskusi seputar matematika. Hingga sering juga berdiskusi tentang hal-hal yang umum. Kak Hendra ini jago sekali berhitung dengan sempoa. Alat menghitung yang sering dipakai orang-orang China. Ternyata menghitung dengan sempoa tidak semudah kelihatannya. Semua ada hitungan rupiah atau nilai setiap biji sempoa. Dan dari perpustakaan sekolah di SMP aku banyak mendapat ilmu dan diskusi-diskusi yang belum tentu bisa aku dapat di dalam kelas.

Aku Dan Perpustakaan SMA Negeri 3 Tebing Tinggi
Kembali ke SMA, aku bersekolah di sekolah negeri lagi. Padahal pengen sekolah di sekolah swasta Nusantara.  Tapi biaya sekolahnya gila banget. Dua kali lipat dari uang sekolah waktu aku SMP. Padahal waktu SMP uang sekolahku sudah mahal banget ternyata di Nusantara lebih mahal lagi. Hihi

Sekolah SMA ku dulu terkenal dengan siswanya yang brutal, suka berantam beda banget dengan sekolah SMA Negeri 1 yang posisinya persis di sebalah sekolahku. SMA Negeri 1 adalah sekolah favorit dan terkenal siswanya adalah orang-orang pilihan. Tapi, bagaimanapun aku tetap bangga sama sekolahku.

Sekolah SMA Negeri 3 aku akui memang begitu luas. Untuk mencapai kelas dari ujung ke ujung buat ngos-ngosan. Apalagi ke perpustakaan yang waktu itu letaknya paling ujung di depan laboraturium kimia dan biologi. Di depan perpustakaan tumbuh pohon bambu yang lebat sehingga membuat perpustakaan itu terasa adem. Di bawah pohon bambu selalu mangkal para pedagang sate padang, cilok, Kentucky, telur putar, rujak. Jadi, di depan perpustakaan selalu ramai. Tapi tidak di dalamnya.

Penjaga perpustakaan waktu itu namanya Bu Leni atau Bu Weni aku sudah sedikit lupa. Orangnya tinggi, putih, rambut sebahu selalu memakai rok span dan kemeja atau blazer yang senada dengan warna rok yang dipakainya tidak lupa sepatu pansus yang haknya 3inci ntah 5 info. Saat aku ke perpustakaan entah itu jam istirahat atau jam belajar selalu memergoki anak laki-laki yang di perpustakaan. Mereka duduk di bangku yang terhalang lemari buku. Tapi, gerak gerik mereka masih kelihatan. Ternyata anak laki-laki sagerombolan itu datang ke perpustakaan hanya untuk mengambil gambar ibu cantik penjaga perpustakaan. Begitu juga anak laki-laki di kelasku. Sesekali aku kepo kepada mereka. Kenapa suka sekali mengambil gambar ibu perpustakaan. Jawabannya terlalu umum banget; ibu itu cantik dan seksi. Aku hanya garuk-garuk kepala saja mendapat jawaban seperti itu.

Lain cerita kalau Ibu guru sejarah yang giliran jaga perpustakaan. Guru sejarah kami waktu itu usianya mendekati waktu pensiun. Jelas saja beda dengan ibu perpus yang masih muda tadi. Nah, jadi anak-anak yang sering ke perpustakaan kalau ibu guru sejarah yang menjaga perpus biasanya mereka langsung balik kanan. Pernah mereka berpapasan denganku ketika mereka sampai depan pintu perpustakaan langsung balik badan.

"Loh kok pada balik, bukannya tadi di kelas pada mau ngerjai soal fisika di perpus ya?" Tanyaku

"Yang jaga nenek. Bukan ibu yang itu" jawab salah seorang dari mereka

Duh ini cowo-cowo pada mau belajar atau ngecengin ibu itu sih. Aku lantas masuk untuk mengembalikan beberapa buku yang sudah lewat tempo mengembalikannya.

*** lanjutannya lain waktu***


Bagikan

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

4 Comments

  1. sekolahku dulu gak ada perpusnya.. ;-( ;-(

    BalasHapus
  2. Iput di sekola perpusnya di dalem kelas. Jadi udh bete duluan ahahah

    BalasHapus
  3. Gugling eh muncul tulisan ini :) dah lama juga belum update blog yah :)
    Sayangnya saya gak punya kenangan membaca selain waktu SD, lalu lompat ke perpustakaan kelurahan, di sana baru deh saya puas membaca apa saja koleksi perpustakaan kelurahan :)

    BalasHapus