Aku Pulang: Welcome To Bandung

Dokpri
Perjalananku dari Malaysia menuju Bandung. Banyak orang berkomentar "ngapain ke Bandung bukannya ke Medan." Pastinya Aku punya alasan tersendiri bukan untuk gaya-gayaan, hamburin uang dan sekedar jalan-jalan. Tapi, ada sesuatu ingin Aku pungut di Kota Bandung.  Cinta? Bisa jadi. Tapi, sayangnya bukan.  

Penerbangan dari Malaysia ke Bandung memakan waktu tiga jam. Tapi, saat itu lapangan terbang Bandung yang kecil mengakibatkan pesawat kami tidak bisa landas serta tidak adanya parkir. Jadi, selama satu jam pesawat terus berpusing mengelilingi Kota Bandung.  Subhanallah sekali ternyata Kota Bandung begitu indah jika dilihat dari atas. Sayang Aku tidak mengabadikan. Ahaa sebagai penumpang yang taat peraturan ketika ada peringatan jangan mengaktifkan hand phone, maka aku sebisa mungkin saat lewat pengecekan imigrasi baru mengaktifkannya. 

Setelah satu jam berkeliling. Akhirnya kami mendarat juga.  Dengan parkir yang begitu jauh. Sehingga untuk menuju bagian imigrasi kami diangkut oleh mobil bandara. Alhamdulillah Imigrasi Bandung tidak begitu cerewet. Aku di barisan petugas imigrasi yang berpakaian dinas sedikit abu-abu, usianya mungkin sudah 50 tahunan, terlihat dari keriput kulitnya, rambutnya juga sudah terlihat banyak yang putih tapi senyum bapak itu menyambut dengan ramah khas masyarkat Bandung. Paling Aku suka beliau tidak banyak tanya meskipun passportku lapis empat. 

Melewati imigrasi Aku langsung mengambil koper , tas dan keluar ruang pengecekan. Seminggu sebelum pulang janjian dengan Aa Uge yang akan menjemputku. Aku aktifkan handphone dengan mengandalkan wifi bandara untuk menghubungi Aa Uge. Ternyata wifi bandara enggan bersahabat dengan handphoneku. Aku coba on off handphone tetap tidak terkoneksi. Mulai panik tapi sok-sok santai. Minta tolong dengan petugas bandara untuk meminjam handphone nya untuk menghubungi Aa Uge sudah berada di mana.  Ah... beberapa yang Aku tanya jawabnya hampir sama semua "maaf teh handphone saya tidak ada pulsanya." Rasanya saat itu juga pengen nelan koper.  Akhirnya Aku duduk di pojokan. Untuk sekedar cari nafas dan mata juga mencari-cari kounter handphone barangkali ada yang menjual kartu perdana.  Gayung bersambut akhirnya seorang pria tampan, dengan pakaian ala orang kantoran mendekatiku. Aku pikir ini petugas bandara yang berbaik hati.  Ternyata Aa ganteng nan smart yang ada di depanku sales kartu perdana.  Ya...  Allah memberi apa yang dibutahkan hambanya (ya Allah... butuh pendamping juga) hahah. 

Akhirnya si Aa menawarkan kartu perdana provider x dengan harga seratus ribu rupiah. Aku coba menawarnya dan tetap tidak bisa. Katanya harga sudah fix. Ok karena kepepet dan Aku harus menghubungi Aa Uge akhirnya Aku beli juga.  Setelah diaktifkan hal pertama yang Aku lakukan mengirim pesan Whatsapp kepada Aa Uge. Dan benar saja feelingku dia masih di jalan dan temannya yang akan menjemputku. Selang dua puluh menit berlalu tapi seperti menunggu dua puluh tahun. Aa Sarmen panggilan kami kala chatting di group menelphonku. Beliau sudah di parkiran. Aku malas saja untuk menghampirinya ke parkiran dan Akhirnya dia menghampiriku di depan ruang tunggu. 

Dari bandara kami menaiki scoopy  menuju hostel yang sudah aku pesan di area pasirkaliki belakang."Welcome to Bandung yang macet, Teh. Selamat datang di Indonesia." Aa Sarmen menyambut kedatanganku. Seperti setahun lalu Aku juga yang menyambutnya ketika dia berkunjung ke Malaysia. Keluar dari parkir area bandara matahari sudah meninggi. Kendaraan pribadi, motor serta angkot berdesakan untuk saling lomba. Asap kendaraan memenuhi rongga dada. Sedikit sesak nafas, sialnya tidak bawa facemask. Aa Sarmen untung saja pengertian ia cepat-cepat membelokan motornya ke apotik terdekat untuk membelikan facemask.  Dan satu pesan yang tetap Aku lontarkan ke Aa Sarmen "Aa... jangan kebut-kebutan ya... Aku masih ada trauma kalau naik motor." 

"Siap, Teh" sambil menambah kelajuan motor. Sementara Aku di belakang sudah pengen nangis. 

Bagikan

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

3 Comments