 |
| By Google |
Saat kecil pulang kampung ke rumah nenek bagiku adalah kebahagiaan. Di kampung aku bisa bermain bebas, memandang hamparan sawah yang menghijau, jika musim panen bisa melihat hamparan padi yang menguning. Bermain di aliran irigasi, mencari keong adalah aktivitas yang aku sukai. Kegiatan yang tak akan aku dapati di area rumahku.
"Minggu depan kita pulang kampung yuk..." seru abah.
"Ayuk.... " seruku dan kedua adikku. Sementara ibu hanya tersenyum melihat tingkah kami. Karena momen pulang kampung adalah momen yang paling asik. Saat itu abah tidak punya kendaraan. Jadi, saat kami pulang kampung harus naik mobil sewa dan untuk masuk ke perkampungan dengan naik ojek.
Jarak dari rumahku ke kampung tidak jauh. Dalam tiga jam sudah sampai kampung nenekku. Tapi, dengan pulang kampung aku dan adikku bisa merasakan naik bus yang jaraknya cukup jauh serta naik ojek.
***
Hari libur telah tiba. Baju dan segala perlengkapan sudah dipacking dalam tas. Tak ketinggalan pula oleh-oleh untuk nenek.
"Sudah masuk semua perlengkapannya, Kak?" Ibu mengingatkan kembali segala keperluan yang kami bawa jangan sampai ada yang tertinggal. Aku pun mengecek isi tas yang telah tersusun rapi.
"Sudah, Bu" jawabku. Setelah memastikan semuanya lengkap.
Setelah semua bersiap kami menunggu bus yang lewat dari depan rumah. Rumah kami berhadapan langsung dengan jalan raya lintas Sumatra atau orang-orang menyebutnya jalinsum. Setiap bus yang menuju ke kota Medan atau pun bus yang akan menuju pulau jawa ataupun Jakarta pasti akan melintas dari depan rumah kami.
Setengah jam menunggu bus. Akhirnya bus KUPJ yang kami tunggu datang. Aku, kedua adikku, abah dan ibu naik ke dalam perut bus. Setengah jam perjalanan adikku sudah pulas tertidur sementara aku liar memperhatikan jalanan.
Dua jam bus KUPJ yang kami tumpangi melesat di jalanan dengan kecepatan rata-rata. Memang supirnya cukup ugal-ugalan bak Boy anak jalanan. Abah sedikit berteriak dari bangkunya "Bang, simpang tengkorak obang abeng ya" sang supir pun melambatkan laju kendaraannya. Simpang menuju ke kampung sering disebut simpang tengkorak obang abeng. Karena itu tikungan maut yang sering sekali terjadi kecelakaan sehingga dibuat satu tugu bergambar tengkorak dan diletakan mobil yang sudah hampir remuk di atasnya.
Di simpang obang abeng ada pangkalan ojek. Rata-rata abah sudah mengenal bapak tukang ojek yang selalu mangkal. Saat kami turun dari bus langsung ojek-ojek itu menghampiri kami.
"Assalamualaikum, Fai mau balik kampung?" Iya Pak kusman. Pak Kusman tetangga nenek di kampung Lestari Dadi.
"Waalaykumsalam. Iya ini, Pak. Bawa anak-anak liburan jumpa neneknya" abah menjawab sambil berjabat tangan.
Dua ojek membawa kami ke kampung Lestari Dadi. Dari simpang menuju rumah nenek lebih kurang satu jam perjalanan ditempuh dengan naik ojek. Dengan jalanan yang bergelombang karena aspal yang sudah haus tidak ditambal lagi. Serta lubang yang cukup dalam dan lebar. Sehingga untuk melintasi jalan itu harus ekstra hati-hati. Belum lagi dengan truk besar yang mengangkat batu bata.
Sepanjang jalan banyak tempat pembuatan serta pembakaran batu bata. Serta perkebunan sawit. Aku dan ibu menaiki ojek Pak Kusman, Sementara abah dan dua adikku naik ojek yang satunya. Pak Kusman membawa kami dengan penuh hati-hati. Sambil diselingi cerita agar kami tidak mengantuk. Penumpang ojek kalau mengantuk akan membahayakan. Karena pernah kejadian penumpang ojek yang mengantuk tiba-tiba jatuh dari boncengan.
Pak Kusman tukang ojek yang selalu sabar membawa penumpang. Tidak ugal-ugalan seperti yang lainnya. Dari cerita Pak Kusman aku banyak belajar dan mengenal orang-orang di kampung nenekku. Serta keadaan nenek. Ketika nenek rindu cucu-cucunya selalu cerita kepada istri Pak Kusman. Semenjak nenek pindah rumah tidak pernah lagi menaiki ojek Pak Kusman yang selalu ceria.
Wah, kenangan yang indah. Tidak peduli siapa pun dia. Tetaplah menjadi bagian dari kisah kehidupan kita.
BalasHapus