Belajar Setia Dari Pria yang Tidak Romantis



Usianya tak lagi muda. Rambutnya pun sudah dua warna, kulitnya sudah terlihat keriput dan menua. Lelaki yang aku panggil abah. Dari sikap dan gaya nya yang sederhana aku terlalu mengaguminya. Dari pribadinya yang tak banyak bicara tersimpan sejuta pesona. Ah, laki-laki ini membuatku ingin punya pendamping hidup sepertinya. 

Di dalam keluarga tepatnya di istana SAND-3 punya ritual khusus. Ketika makan selalu makan berjamaah artinya makan bersama-sama. Di meja makan pula lah sering terjadi diskusi. Apa saja itu sering kami bicarakan di meja makan pastinya setelah makan.  Ketika itu di meja makan hanya ada Aku, Abah, dan dua adiku sementara ibu masih sibuk dengan warungnya. 

Setelah makan abah angkat bicara. Saat itu abah baru sembuh dari sakit yang kata orang sakit angin duduk atau angin polong kurang pasti. Badannya dalam seminggu begitu kurus, mata bulatnya terlihat cekung, bahkan sempat dikatakan sudah tidak punya harapan untuk sembuh. Lagi-lagi ibu yang pontang panting membawa abah keberbagai pengobatan dari medis sampai pengobatan tradisonal. Alhamdulillah akhirnya sembuh. 

"Keluarga kita tidak miskin tapi cukup sederhana" begitulah kalimat pertama yang keluar dari mulutnya. Kami hanya mendengarkan meskipun sedikit bingung. Lantas Abah melanjutkan pembicaraannya. "Ibu mu itu wanita yang kuat.  Abah terkadang malu sama ibumu. Kalau ngga ada ibumu mungkin abah ngga sekuat ini. Ibu mu ngga pernah ngeluh. Ngga pernah menuntut lebih dari abah" sejurus kemudian air mata menetes dari ujung mata Abah. Cepat-cepat abah menghapus air matanya. 

Hati kami pun mulai gerimis, air mata ikut membanjiri pipi. Pria yang tidak pernah beromantis ria ataupun berkata-kata romantis bak pujangga di depan istrinya. Tapi, malam itu mampu melontarkan kata-kata ajaib dari mulutnya di depan anak-anaknya. Ia menunjukan romantisnya dari sikap dan perbuatannya. Sebisa yang ia mampu memenuhi kebutuhan keluarganya dengan kerja kerasnya. Kesetiaannya terhadap anak dan istrinya begitu nyata. Romantis bagi dirinya memberikan hak keluarganya. 

Abah tidak pernah memukul. Tidak pernah memaksa memberi kebebasan selagi masih dalam koridor kewajaran. Itu adalah kesetiaan bagi dirinya. Dari sikapnya yang pendiam sesekali keluar jahilnya buat aku dan adik-adiku pengen nimpuk abah pakai bantal. Kesetiaan abah terhadap ibu ketika berbagai ujian menimpa keluarga begitu juga ibu. 

Abah selalu mendampingi ibu dalam kesehariannya. Dari hal yang sederhana membantu ibu belanja, menyiapkan sarapan, menyuci piring bahkan sesekali abah menyuci baju. Semua dilakukan tanpa sungkan. Dan yang lebih spesial kesetiaannya sekaligus romantis juga dalam satu paket dari tindakannya setiap akhir pekan menyediakan menu makan siang dari tangannya untuk seisi rumah. 

Bagikan

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

13 Comments

  1. Cieee... Abah keren. Foto mana foto ^_^

    BalasHapus
  2. Abah keren... Dari cerita2 mbak wie tentang Abah.. Jadi pengen ketemu Abahnya mbak Wie. Hehehe

    Semoga Abah sama Umi sehat selalu ya mbak Wie... Amiin..

    BalasHapus
  3. Abah keren... Dari cerita2 mbak wie tentang Abah.. Jadi pengen ketemu Abahnya mbak Wie. Hehehe

    Semoga Abah sama Umi sehat selalu ya mbak Wie... Amiin..

    BalasHapus
  4. Romantisnya Abah.

    Jadi kangen alm Bapak.

    Bersyukurlah yg masih ditunggui kedua orangtua. Jangan sia-siakan keberadaan mereka

    BalasHapus
  5. Berarti Abah tipe2 lelaki cool, hihi piss

    BalasHapus
  6. Mengingatkanku pd alm bapak 😢😢😢

    BalasHapus
  7. kereen mbak...

    pengen juga sesekali jadi sosok abah...
    ^_^

    BalasHapus
  8. Duh ....
    tenggorokan terasa kering membacanya.
    jadi inget bapak ...

    BalasHapus