Menyelaraskan Impian


Orang yang tetap hidup adalah orang-orang yang punya mimpi, punya impian dan akan berusaha memperjuangkan impiannya jadi kenyataan.

Sejak umur 19tahun, aku sudah mulai menyusun mapping life. Dari kuliah, menikah, punya anak, punya usaha secara mapan, mempensiunkan orang tua dan berangkat haji di usia muda. Bahkan setiap impian terbagi lagi waktunya, impian jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Dengan begitu lebih mudah untuk fokus target yang harus aku capai lebih dahulu. Bahkan beberapa teman-temanku menganggapku orang yang kebanyakan menghayal atau berkhayal. Tapi hanya ku balas dengan senyuman paling manis (ini kenyataan). Bukankah mapping life itu adalah target hidup. Bukankah target hidup itu di khayalkan dulu dan diselaraskan dengan action.

Ketika membaca buku "percepatan rezeki" karya Ippho Santosa beberapa tahun lalu, aku fikir hanya buku membahas tentang percepatan rezeki yang berisi kutipan hadist semata. Ternyata isinya sangat menarik. Di salah satu BAB buku itu tentang percepatan rezeki dengan menyelaraskan impian. Menyelaraskan impian bearti menyamakan impian. Ketika punya impian maka ceritakan ke orang-orang terdekat terutama keluarga dan sang bidadari rumah (ibu). Cara ampuh ini aku praktekan dengan sungguh-sungguh. Aku utarakan kepada ibu dan abah pengen begini dan begitu. Dari sederet rentetan impian yang aku punya sudah banyak diberi tanda ceklis sebagai tanda apa yang aku impika  sudah aku dapatkan.

"Kok impian menikahnya belum terealisasi?" Pertanyaan orang-orang kepo pun mendarat di telinga. Beberapa tahun lalu, ketika aku sudah merasa siap untuk ke jenjang pernikahan sudah ku utarakan kepada ibu dan abah. Hingga saat ibu ulang tahun, ku serahkan diary pribadiku agar menuliskan keinginannya dan ibu menuliskan hampir satu halaman diary yang isinya kurang lebih begini "Usia ibu sudah menua. Anak-anak ibu mulai dewasa. Tidak ada banyak yang ibu harapkan dari anak-anak ibu semua hanya menjadi anak sholeh Dan sholeha. Karena anak sholeh dan sholeha yang mndoakan orang tuanya yang akan sampai ketika kami tidak ada.  Ibu mau dihadiahi menantu yang sholeh dan sholeha pula. Agar ada yang membimbimg anak ibu ketika ibu dan abah sudah tidak bisa apa-apa." Tidak jauh beda antara keinginanku dan keinginan ibu. Soal jodoh layaknya kematian yang tidak bisa di prediksi kedatangannya. Mungkin si doi sudah sholeh maksimal sementara aku masih sholeha minimal jadi harus terus meningkatkan kwalitas diri agar bisa sejajar nantinya.

Ketika aku ingin punya usaha. Aku ceritakan kepada ibu, bahwasannya aku ingin buat usaha dengan teman-teman. Akhirnya ibu setuju dan usaha yang kami buka alhamdulillah berjalan baik walau prosesnya banyak cobaan. Alhamdulillah cobaan itu bisa di atasi dengan baik. Semoga awal tahun sudah buka cabang. Aamiin.

Sore tadi, niat hati telephone si adik yang paling kecil, ternyata adik lagi pergi renang dan hp nya ditinggal di rumah. Akhirnya ibu yang angkat telephone. Ngobrol panjang lebar termasuk rencanaku ketik kembali ke kampung pingin buka usaha. Ibu menanggapinya dengan senang dan juga memberi masukan-masukan. Meskipun impian itu masih di angan-angan tidak ada salahnya untuk dibicarakan dan di seriuskan agar jadi kenyataan.

Jika punya impian jangan sungkan untuk menyelaraskan impian itu dengan orang-orang terdekat terutama keluarga.

Bagikan

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

2 Comments

  1. Aku termasuk orang yg punya impian banyak dan pengkhayal tingkat tinggi. Tapi ngerinya adalah hampir semua impian2ku dijawab satu per satu oleh-Nya. Skrg aku mau memimpikan agar mba Awie mendapat Si Sholeh maksimal dlm waktu dekat... dan kita lihat saja, Alloh pasti mengabulkan mimpiku ini. Hehe

    BalasHapus
  2. Aamiin... semoga impian kita bisa terwujud semua, bunda.

    BalasHapus