Keluarga bahagia adalah dambaan setiap pasangan suami istri dan anak-anaknya. Tapi untuk menjadi sebuah keluarga yang bahagia harus ada kerjasama antara suami dan istri. Terlebih lagi ketika dalam mengurus buah hati.
Tidak dipungkiri ketika masih kanak-kanak seringkali kemana-mana ibu jadi kepala, anak jadi ekor. Mengekor kemana-mana. Bahkan seringkali ibu susah bergerak. Mau masak tunggu anak tidur, mau nyuci tunggu anak anteng, nunggu belanja tunggu anak-anak sekolah, bahkan sering pula ibu mau buanghajat di toilet karena susah ditinggal anak nungguin di depan pintu. Ibu pasrah saja lah daripada anak nangis.
Seiring jalannya waktu anak beranjak besar, anak sudah bisa main sendiri, lebih mandiri. Beranjak dewasa anak mencari jati diri, memilih teman yang dirasa cocok dan sehaluan dengannya. Sehingga ibu dan bapak yang selalu diekori seakan dilupakan. Bahkan tak jarang ibu dan bapak pun begitu. Karena anak sudah dianggap besar tidak lagi begitu diperhatikan apalagi soal aktifitasnya.
Beberapa hari lalu saya iseng-iseng buat survey dengan pertanyaan "sering ngga sih kalian bercerita tentang aktifitas sehari-hari dengan orang tua, diskusi tentang apapun dengan ibu dan bapak. Pernah ngga diskusi seputar pernikahan diusia kalian yang sudah cukup untuk menikah?."
Jawabannya beragam. Tapi, lebih dominan menjawab jarang cerita atau diskusi dengan ibu dan bapak. Lebih sering cerita dengan teman, apalagi tentang soal rasa terhadap lawan jenis dan dunia nikah.
"Aku lebih suka cerita ke teman. Apalagi soal perasaan dan nikah. Karena dulu pernah cerita nikah sama ibu padahal cuma mau tau dunia nikah saja. Eh ibu bilang kuliah dulu saja, kerja dulu saja ngomongi nikah nanti saja" (Mawar, Jakarta).
"Aku suka mendam perasaan. Jarang sekali diskusi sama ibu apalagi bapak. Aku pernah curhat ke Ibu malah dicuekin. "(Melati, Samarinda)
"Aku malu mau diskusi sama ibu dan bapak apalagi ngomongi dunia nikah." (Raya, Kuala Lumpur)
Begitulah sebagian besar jawaban teman-teman. Lantas aku mengernyitkan dahi. Karena di keluarga sampai sekarang ini aku masih sering cerita aktifitas keseharianku, diskusi seputar politik, agama bahkan sering debat yang ngga penting kalau aku yang kalah debat merajuk hingga malas untuk telephone. Padahal rindu. Hingga akhirnya Abah mengirim pesan "kak, Abah rindu mau cerita. Gitu aja merajuk" pesan dikirim pakai emot lope.
Begitu juga dengan ibu. Aku sering cerita tentang prasaan apapun itu. Tentang perdapuran. Sering cerita seputar dunia rumah tangga. Apalagi ada saudara yang mau nikahan. Bisa berhari-hari cerita dunia rumah tangga. Kan ngga harus mau nikah dulu baru boleh ngomongi seputar rumah tangga.
Ketika mendengar jawaban teman-teman. Saya berfikir sejenak. Sambil membaca-baca pembahasan _wonderful parenting_ yang digagas Ibu Ida Nurlaila istri Ustad Cahyadi Takariawan. Bearti ada yang kurang atau hal yang hilang dari kebiasaan keluarga. Bisa banyak faktor sebenarnya. Tapi, menurut aku pribadi faktor yang hilang itu adalah cara "komunikasi" dalam keluarga."
Karena ketika anak masih kecil sering terjadi komunikasi satu arah. Saat anak sudah besar harus dibangun komunikasi dua arah. Orangtua tetap menjalankan peran orangtua sekaligus teman. Ketika anak beranjak besar ia akan mencari kenyamanannya sendiri. Tidak bisa didikte seperti halnya anak kecil yang harus diperhatikan 24 jam. Anak ngga boleh jatuh sedikit pun, anak harus mengikuti segala kemauan orangtua. Tapi, orang tua harus mau menjadi teman curhat, mendengar apa rencana-rencana yang akan dilakukan anak, mendengar tentang aktifitas sehari-harinya. Sehingga anak merasa nyaman untuk cerita apapun ke orangtua. Sehingga anak memiliki kesadaran orangtua lah tempat terbaik untuk curhat apapun.
Peran ibu biasanya yang paling urgent. Karena selalunya bonding ibu lebih kena ke hati anak. Walaupun peran ayah tidak bisa diabaikan. Jika ibu selalu membuka hati, membuka telinga keluh kesah anak penting atau tidak bagi si ibu maka anak pasti akan merasa nyaman. Tidak harus mencari kenyamananan kepada orang lain untuk cerita apalagi harus bergantung kepada orang lain. Jika harus bercerita ke teman atau sahabatnya ke ibu atau ayah juga. Meskipun terkadang ada hal-hal yang tidak perlu diketahui orangtua. Tapi, membangun kenyamanan orangtua dan anak adalah yang penting. Ketika anak dewasa biarkan bebas terbang kemanapun bagai layang-layang, tapi tetap orangtua yang pegang benang untuk mengontrol pergerekannya.
ilmu patenting ala Rosulullah adalah yang terbaik.
BalasHapusmembekali diri dengan ilmu parenting yang tepat dan baik akan menjadikan kita orangtua cerdas bagi anak-anak.