Wanita Bermata Indah



Saat usianya beranjak dewasa  jalan yang dipilih adalah jalan pengembaraan. Dari satu negeri ke negeri lainnya dijelajahi. Dengan membawa tas dengan isi alakadarnya. Satu kitab yang tidak pernah ia tinggalkan yaitu; alquran. Ada pula buku cacatan harian yang sudah kucel karena setiap hari selalu menjadi teman curhatnya. Satu buku cerita tentang perjalanan yang menjadi peneman perjalanannya.

Dari setiap perjalanannya mesjid sebagai tempat persinggahan paling favorit. Di mesjid-mesjid itu seringkali ia ijin menginap sebarang sehari atau dua hari bahkan seminggu. Tidak jarang pula sampai berbulan lamanya. Hingga ia berada di satu kota, di mana kekuasaan dipegang oleh seorang raja yang tamak. Ia menetap di mesjid Al amin berbulan lamanya. Di sana pula ia banyak memperhatikan masyarakatnya. Setiap hari selalu keluar masuk pasar untuk sekedar berinteraksi dengan orang banyak. Tapi, di sudut pasar ada orang yang selalu memperhatikannya.  Sehabis ashar ia mengajar ngaji anak-anak di perkampungan itu.

Hingga banyak pula yang mulai mencintainya sebagai saudara. Bahkan anak-anak perawan sebayanya seringkali menaruh hati padanya. Tapi ia hanya biasa saja. Baginya kampuang Tunis bukan lah tujuan akhirnya. Ia akan melanjutkan perjalanan ke perkampungan dan kota lainnya. Ia ingin menamatkan pengembaraannya.

***

Seperti biasanya sehabis subuh ia murojaah hapalannya. Setelah itu ia berganti baju dan berjalan menuju pasar. Sepanjang perjalanan ia menebar kebaikan kepada orang sekitar yang ia temui. Sekedar senyum ramah dan tegur sapa. Sampai di pasar, pasar belum terlalu ramai. Biasanya pasar akan ramai setelah jam 8 ke atas.

Bapak separuh baya itu sudah membuka kedainya. Sehabis subuh bapak itu langsung ke pasar.

"Hai... Sini, Nak" panggil bapak separuh baya kepada pemuda yang melintas di depan kedainya.

"Iya, Pak. Ada apa?" Pemuda itu pun medatanginya.

"Kamu pemuda sini?" Tanya Bapak itu ramah.

"Tidak, Pak. Saya hanya pendatang di kampung ini" jawabnya polos dan senyuman tetap melengkung di bibirnya.

"Pantas saja Bapak baru seminggu ini melihatmu di pasar. Anak muda di sini jangankan ke pasar ke mesjid saja susah sekali. Sehingga mesjid-mesjid di sini isinya hanya orangtua saja" ucap Bapak itu panjang lebar.

"Nama kamu siapa?"

"Rahim, Pak"

" Nama yang bagus" puji Bapak itu.

"Nama saya Razmi. Panggil saja Pak Razmi. Di sini kamu tinggal di mana?"

" Numpang di Masjid Al amin, sekalian kalau sore mengajar anak-anak kampung mengaji"

"Masya Allah. Pemuda yang taat dan luarbiasa"

Rahim pun pamit untuk berkeliling pasar. Bukan tidak ada maksud dan tujuan Rahim setiap hari datang ke pasar. Selain melihat tingkah laku masyarakat dan perputaran ekonomi rakyat setempat Rahim juga tidak sungkan untuk menolong membawakan belanjaan orangtua yang belanjaannya terlihat berat. Kadang dia diberi upah. Namun dia menolak secara halus. Karena dia membantu secara ikhlas. Kadang pula dia kerja serabutan di pasar.

Sudah sebulan lebih Rahim bertahan di kampung itu. Setelah pertemuan dengan Pak Razmi tempo hari. Saat dari mesjid Al amin hendak ke pasar ternyata Rahim bertemu Pak Razmi lagi. Ternyata sejak pertemuan itu Pak Razmi diam-diam menyelidiki aktivitas Rahim di mesjid Al amin.

"Mau ke pasar?" Tegur Pak Razmi mengagetkan Rahim yang serius menuju pasar.

"Eh iya, Pak"

"Bapak dari mana kok bisa di sini"

"Saya tadi sholat di mesjid Al amin juga biar dekat kalau ke pasar" kilah Pak Razmi.

"Oh... Tadi kenapa saya ngga melihat Bapak ya?"

"Tadi saya melihat kamu. Ayuk saya bonceng" Pak Razmi menawarkan tumpangan kepada Rahim. Dan Rahim pun tidak dapat menolaknya.

Sepanjang perjalanan anak muda dan bapak separuh baya banyak bercerita. Tidak terasa mereka sudah sampai di dapan kedai milik Pak Razmi.

"Hmmm... Kamu mau kerja di kedai saya?" Dengan hati-hati Pak Razmi menawarkan pekerjaan kepada Rahim.

"Kerja apa, Pak? Saya ngga pandai berdagang" ucap Rahim

"Tidak apa. Nanti saya ajarin asal kamu mau. Dan nanti kamu bisa tinggal di rumah saya"

Setelah berpikir sedikit lama Rahim menerima tawaran itu. Mulai hari itu Rahim punya pekerjaan baru. Pak Razmu begitu sabar mengajari Rahim berdagang. Dari ilmu penjualan hingga urusan keuangan. Rahim pun sudah tinggal di sebuah rumah Pak Razmi yang biasa dikontrakkan ke orang lain. Namun kali itu rumah itu tidak dikontrakkan. Tetapi untuk ditempati Rahim tanpa dipungut uang kontrakan.

Rahim begitu cekatan. Cepat menangkap semua sistem dagang yang diajarkan Pak Razmi. Hingga akhirnya Rahim diberi kepercayaam sebagai orang kanan. Saat Pak Razmi ke luar kot Rahim lah yang mengurus kedai itu. Saat Pak Razmi kembali segala keuangan tidak ada yang kurang se sen pun. Hingga makin kagum lah Pak Razmi kepada Rahim.

Saat itu kedai tidak terlalu ramai. Rahim menulis beberapa barang yang stocknya tingga sedikit. Pak Razmi di balik meja kasir memperhatikannya.

"Rahim sini. Bapak mau ngomong sesuatu"

"Iya, Pak. Ada apa" Rahim terus menghampiri.

"Sekarang usia kamu sudah berapa?" Tanya Pak Rahim begitu hati-hati.

"24 tahun, Pak"

"Kamu tidak ingin menikah?"

"Hmmm... Siapa yang mau sama saya, Pak" jawab Rahim denga suara rendah sambil menundukkan kepala.

" Saya punya anak perempuan yang usianya hampir seusia denganmu. Jika kamu bersedia menikah, saya ingin kamu menikahinya. Soal biaya pernikahan tidak usah dikhawatirkan. Saya yang menanggungnya"

Hati Rahim berdetak kencang. Mukanya memerah. Ingin menolak tapi tidak enak. Ingin menerima tapi belum punya persiapan matang untuk menikah. Serba salah.

"Insya Allah, Pak" Jawab Rahim tanda setuju.

***

Ke esokan harinya. Saat tengah hari Pak Razmi membawa perempuan muda. Berjilbab lebar dan bercadar. Rahim sempat memandang mata gadis itu. Seketika darahnya berdesir. Wajahnya pucat. Mata gadis itu begitu indah. Rahim berkali-kali beristighfar. Namun tatapan wanita itu masih terbayang. Padahal pandangan yang tidak sengaja itu tidak sampai semenit.

" Him... Kenalkan ini anak bapak. Namanya Haliza. Dia baru saja tamat dari Turkey" Pak Razmi memperkenalkan putrinya kepada Rahim.

Rahim tidak berani memandang wajah wanita itu. Pandangannya menunduk dan tangannya mendekap di dada sambil menyebut namanya sebagai tanda perkenalan.

#day13
#penajuara
#ramadhanberkisah
#indah

Bagikan

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

1 Response to "Wanita Bermata Indah "