Pemecah Gelas Itu Bernama Tere Liye

By google


" Sudah terlalu banyak air mata tertumpah di dalam dunia buku. Pecahkan saja gelas itu biar ramai. Tere Liye, ikon perbukuan Indonesia masa kini adalah sang pemecah gelas" begitu ungkapan Pak Bambang Trim dalam tulisannya di krjogja.com. Gelas itu bernama pajak. Tere Liye penulis Indonesia yang cukup terkenal dengan novel-novelnya yang laris di pasaran telah berhasil memecahkan gelas yang selama ini menjadi dilema para penulis lainnya.

Tere Liye lewat akun twitternya dan fan page pribadinya (5/9) mengumumkan per 31 juli 2017 memberhentikan penerbitan bukunya di penerbit Gramedia Pustaka Utama dan Republika. Tere Liye tidak akan mencetak ulang 28  judul bukunya. Dan buku-buku yang ada di toko buku biarkan habis secara alamiah. Keputusan ini kami ambil mengingat tidak-adilnya perlakuan pajak kepada profesi penulis. Dan tidak pedulinya pemerintahan sekarang menanggapi kasus ini.

Tidak menunggu lama. Pernyataan Tere Liye mengguncang jagad media sosial. Mengundang komentar sesama rekan penulisnya. Menjadi perbincangan hangat di grup-grup penulisan. Selama ini ternyata tidak Tere Liye saja yang merasakan begitu tingginya pajak yang dibebankan oleh para penulis, tetapi penulis professional lainnya juga merasakan hal yang sama.

Sikap Tere Liye menuai pro dan kontra. Ada yang berpendapat Tere Liye hanya ingin untung saja, ada yang berpendapat Tere Liye terlalu gegabah mengambil keputusan. Tidak mungkin rasanya penulis sekelas Tere Liye mengambil keputusan tanpa pertimbangan matang.

Dalam akun Facebook pribadinya Tere Liye mengatakan bahwa sudah setahun lalu melayangkan surat kepada layanan otoritas pajak.  Namun apa hasilnya? Tidak ada tanggapan. Seakan pemerintah tidak peduli dan tidak menganggap hal ini. Jika, sudah pecan begini sikap pihak perpajakan hingga bendahara negara juga turun tangan.

Berbicara soal pajak, saya bukan ahlinya. Namun, saat kuliah semester unyu-unyu saya pernah dicekokin matakuliah perpajakan. Sungguh sangat susah bagi saya soal perpajakan, makanya nilai matakuliah perpajakan saya tidak mendapat A+ tapi cukup lah untuk mempercantik transkip nilai. Meskipun selama belajar perpajakan sebanyak sekian sks tidak pernah menyinggung soal pajak profesi dan royalti. Tapi jika dipikir pajak 15%-30% itu sangat besar untuk perbukuan. Karena ini juga akan berdampak pada harga buku yang beredar.

Apakah Tere Liye tidak ikhlas menulis? 

Rasanya pertanyaan ikhlas itu tidak perlu dipertanyakan. Niat untuk menyebarkan kebaikan lewat tulisan juga tidak perlu dipertanyakan. Bukankah ikhlas itu hanya orang itu sendiri yang tau. Soal menyebarkan kebaikan kita bisa menilai sendiri dengan membaca tulis-tulisannya. Dari novel-novel yang ditulis Tere Liye dan pastinya yang pernah saya baca buku beliau tersebar begitu banyak kebaikan. Banyak kisah hikmah yang menggugah naluri manusia.

Apakah Tere Liye Tidak cinta Dengan Dunia Penulisan? 

Pertanyaan ini secara langsung sudah terjawab dalam status facebook pribadi Tere Liye. "Menghentikan menerbitkan buku, bukan berarti saya berhenti menulis. Tenang saja, penulis itu tugasnya menulis, jadi bahkan ketika tdk lagi diterbitkan, dia tetap bisa menulis. Naskah2 baru akan diposting lewat page facebook ini, atau cara2 lain agar pembaca tetap bisa menikmati buku tersebut tanpa harus berurusan dengan pajak yang berkali-kali lipat tingginya. Saya akan memikirkan model bisnis berbeda, atau pendekatan berbeda, sepanjang itu belum ditemukan, dibagikan gratis di page ini bisa jadi solusi yg baik."

Apakah Ada Penulis yang Tidak Pernah Berfikir Bisnis Untuk Karyanya?

Seperti apa yang dikatakan Dee Lestari " pada hakikatnya penerbit dan penulis seperti mitra yang berbagi hasil. Mereka membawa investasinya sendiri-sendiri. Penerbit membawa modal cetak. Penulis membawa modal konten dan waktu yang telah ia dedikasikan untuk mewujudkan idenya jadi buku. Buku laku maka dua-duanya untung. Buku tak laku maka dua-duanya buntung." Begitu juga penulis yang menerbitkan secara indie (mandiri ). Meskipun tidak ada akad nikah bisnis antara keduanya pasti ada hitung-hitungan terperinci,  berapa harga cetak, membayar ongkos layout, mendesain cover, editor dan segala perintilannya. Setelah semua selesai barulah berapa laba yang akan diambilnya. Karena penulis buku yang terbit secara indie ataupun mayor pasti dalam prosesnya ada biaya-biaya yang dikeluarkan seperti biaya riset, membeli buku pendukung dalam proses penulisannya.

Jika pun ada penulis yang menerbitkan buku indie atau mayor tanpa menghitungkan laba sama sekali pasti penulis yang seperti itu sedikit sekali.

Bareng Aan Mansyur dan Trinity 


Beberapa bulan lalu tepatnya 6 mei 2017 saya diberi kesempatan menghadiri perhimpunan 1000 penulis di Dewan Tun Abdul Razak 2 PWTC, Kuala Lumpur. Dalam acara itu menggundang pembicara dari Singapore, Thailan dan Indonesia. Dari Indonesia Aan Mansyur penulis puisi yang puisi-puisinya begitu bernyawa sebagai pembicara. Saya mendengarkan Aan Mansyur bercerita tentang dunia perbukuan. Sambil mengunyah potongan kue yang dibagikan panitia, telinga saya mendengar dan otak saya merekam apa yang dikatakan Aan Mansyur.

"Buku saya terjual sekian puluh ribu eksemplar dalam setahun. Jika di dengar itu deretan angka yang cukup banyak. Tapi, jangan berfikir tentang royaltinya. Banyak dipotong pajak ini itu" begitulah lebih kurang apa yang disampaikan Aan Mansyur. Tidak hanya sekali itu saja saya mendengar hal seperti itu. Ketika saya mengikuti berbagai workshop penulisan. Tidak jarang para narasumber yang karyanya sudah melanglangbuana di negeri antaberanta juga mengeluhkan hal yang senada dengan Tere liye.

Akhirul kata ini tulisan dari bocah penikmat kata bukan penulis meskipun beberapa tulisannya sudah pernah dibukukan dalam bentuk buku keroyokan (Antologi). Label penulis masih jauh nun di ujung sana tapi saya pengen mendekatinya dengan menunggangi roller coaster agar cepat mendekat.Meskipun begitu penulis  masih setia menulis di blog walau nulisnya  senin, kamis. Doa kan saya segera menerbitkan buku solo dan menerbitkan buku duet keluaran KUA. Aamiin




Bagikan

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

4 Comments

  1. Aamiin... jumat berkah. Semoga Allah mengabulkan doa kak wie 😊😊

    BalasHapus
  2. belum apa apa sudah di pajaki. ya dipajaki tinggi lagi. :(.
    padahal wajar toh penulis ingin berkarya dan berpenghasilan .

    BalasHapus
  3. nice post. tere liye:') #fansnyaberduka

    BalasHapus