Meneruskan Warisan Para Ulama


Kalau ditanya sejak kapan saya menulis? Jawabnya sangat umum. Sama seperti orang kebanyakannya. Saya menulis sejak mengenal huruf dan angka, saat di sekolah dasar (SD). Tapi, kalau ditanya sejak kapan saya menyukai dunia tulis menulis? Jawabannya tidak pasti, sejak kapan saya suka menyukai dunia tulis menulis. Yang jelas dari sekolah menengah pertama (SMP) saya mulai banyak mengirim surat kepada teman-teman di penjuru Indonesia.

Dari sana saya rajin menulis. Menulis surat balasan dari sahabat pena. Saya rajin menulis puisi-puisi, pantun A-B, A-B, sesekali menulis artikel yang akan diterbitkan di majalah dinding sekolah dan pernah coba-coba menulis karya ilmiah tingkat SMA serta sok-sok-an gabung di tim bulletin.

Saya tidak pernah bermimpi untuk sepenuhnya menjadi seorang penulis. Tapi, saya pernah berniat untuk tetap menulis apapun profesi dan keadaan saya. Kenapa saya harus tetap menulis? Karena kegiatan membaca dan menulis adalah warisan para ulama.

Bagi saya menulis adalah dakwah. Karena dakwah tidak melulu harus berkhotbah. Tapi, menulis adalah jalan dakwah bil qolam. Seperti halnya para ulama. Jika dulu para ulama tidak pernah menulis, barangkali ilmunya tidak pernah akan sampai pada kita hari ini. Kegiatan menulis adalah tradisi mengekalkan ilmu. Menyemangati orang-orang yang memiliki ilmu untuk menuliskan ilmunya sehingga dapat dinikmati oleh orang-orang saat ini ataupun masa yang akan datang.

Ketika saya terlahir menjadi penulis. Sesuai niat di awal bukan untuk mencari ketenaran. Tapi, meneruskan Warisan para ulama. Dengan niat dakwah bil qolam. Menyebarkan tulisan yang berisi kebaikan. Karena bisa jadi tulisan kita sebagai pemberat timbangan di akhirat kelak dan bisa pula menjadi pemberat dosa karena keburukan yang kita sebarkan lewat tulisan.

Seperti quote Mba Helvi Tiana Rosa "Menulis itu peduli, menulis itu cinta." Maka ketika menulis atas dasar kepedulian akan orang-orang disekitar kita. Menuliskan yang bermanfaat untuk dibagikan ke hal layak ramai agar dapat dinikmati setiap kebaikan yang dituliskan. Semua itu lakukan dengan cinta. Cinta lah yang menggerakkan untuk tetap berbuat baik. Karena cinta kit tidak tahu hal besar apa yang akan menanti di hadapan.




Bagikan

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

5 Comments

  1. Menulis adalah salah satu bentuk cinta yang menggerakkan orang lain untuk berbuat kebaikan. Ya jan, mbak Dewi? :)

    BalasHapus
  2. Menulis itu cinta

    Benar...karena sebuah tulisan ditulis dengan sepenuh cinta

    BalasHapus
  3. menulis itu berbagi senyum dan imajinasi mbak

    BalasHapus