Kopi Darat!!!




Hujan dan kopi sangat serasi bila disandingkan. Bak bunga dan kumbang yang tak akan pernah terpisah. Aroma kopi yang dapat  memantik ide brilliant, serta rasa kopi yang pahit tetapi membangkitkan semangat selalu disandingkan dengan para pencari ide dan orang-orang kritis.

Hampir sepuluh tahun aku tidak menjenguk kampung ini. Kampung dimana aku di besarkan, kampung yang mengajarkanku arti kebersamaan. Nangsri, kampung di lereng gunung sindoro, membuatku membuka cerita lama, cerita suka bahkan cerita duka yang membuatku harus pergi meninggalkannya.

Ku masuki warung tempat bermain gitar dulu. Masih sama, tapi sedikit berbeda. Kini bangku-bangku kayu terlihat lebih coklat warnanya karena termakan usia, dindingnya juga terlihat usang. Poster besar bergambar laki-laki berkumis tebal, rambut ikal masih terpampang gagah di sudut warung, dengan bacaan di bawahnya Galang rambu anarki. Sosok yang selalu menyuarakan ketidak adilan pemerintah dari lagu-lagu yang selalu dibawakannya.

Di kampung ini, setiap pagi para laki-laki tak luput dari cangkir kayu yang berisi kopi. Belum sah rasanya jika tidak menyeruput kopi,  badan terasa lemas jika robusta belum mereka teguk.

Aku masih diam di bangku pojok, menghabiskan rokok yang ada di tanganku. Ku lihat pemilik warung yang tak asing lagi masih mengaduk kopi.

"Ini kopi hitam tanpa gula kesukaan mu," sambil iya meletakan kopi di mejaku. Ternyata Zack masih ingat kepadaku. Akhirnya ia menepuk pundakku.

"Ke mana saja kau selama ini, menghilang tanpa jejak seperti ditelan gerhana," ledeknya. Seketika tawa kami pun pecah.

"Masih di sini nggak kemana-mana. Tetap di Indonesia" jawabku.

"Ayo minumlah kopi ini, nanti keburu dingin. Kopi hitam tanpa gula spesial untuk mu. Dengan ramuan ikhlas persahabatan" ucapnya. Dengan menyodorkan kopi yang telah diletakan di meja.

"Ia, kopi ini gambaran kehidupan. Hidup yang tak selamanya harus manis. Kadang kala pahit juga harus dinikmati," ku berfilosofi sok bijak. Tapi, itu adalah kehidupan yang pernah ku rasakan.

Lagu Iwan Fals terdengar dari speaker warung. Lirik-lirik yang menggambarkan kepongahan pemerintah di negeri ini. Pemerintah yang hanya jadi sampah. Pengeruk uang rakyat, pemerintah sok suci, padahal mereka tak ubahnya tikus got. Karena pemerintah juga aku harus menghilang hampir sepuluh tahun lamanya. Katanya negara ini, negara demokrasi. Tapi, nyatanya hanya bualan belaka. Ketika ku berteriak menyuarakan aspirasi mewakili rintihan rakyat kecil, aku dituduh sebagai provokasi. Hingga aku diciduk tanpa alasan tak jelas.

Ku seruput kopi yang asapnya masih mengepul. Nikmat sungguh, rasa yang sama seperti sepuluh tahun lalu. Sesekali mataku mengarah keluar warung. Di jalanan terlihat ramai orang lalu lalang dengan cangkul bersiap menuju alas. Merekalah orang-orang yang menjadi korban kerakusan pemrintah. Dulu mereka senang sekali ketika diajak kopdar oleh calon presiden. Mereka bangga dengan pemimpin yang pro rakyat kecil. Mau duduk semeja dengan mereka mendengarkan aspirasi rakyat. Toh, nyatanya kini setelah duduk di kursi yang mereka inginkan semuanya menguap. Seakan para penguasa yang katanya wakil rakyat seakan lupa atas janji-janji manis yang pernah ditabur. Semua hanya omong kosong! hanya pencitraan untuk memelas suara dari rakyat kecil, setelah itu tak peduli.

Kini ketika mereka duduk di pemerintahan. Yang mereka fikir bukan bagaimana mensejahtrakan rakyat, tetapi bagaimana mengeruk uang rakyat.


Bagikan

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

21 Comments

  1. pas banget pemaparannya, saya like (y)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimksh mb nissa sudah mampir di blog saya

      Hapus
  2. Cerpenku ini trmasuk analogi ya mb

    BalasHapus
  3. Isi dan bahasanya Top daah ...

    Hidup Rakyat ... Medeka

    BalasHapus
  4. Analoginya dapet,
    Hidup rakyat!!!!

    BalasHapus
  5. Hidup....
    Merdeka....

    Kembalikan hak kami!!!!

    Eh...
    Kayak aksi mahasiswa 😀

    BalasHapus
  6. Aku blm menemukan ide analogi ...
    Msh gagal paham.
    Btw keren ceritanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih mas heru.

      Ajarin bermain diksi dong mas

      Hapus
  7. Alhamdulillah bisa komen juga akhirnya di blog mu mbak.. merakyar sekali mbak. Analoginya passss

    BalasHapus
  8. Horeeee alhamdulillah

    Terimakasih mb vinny

    BalasHapus
  9. Tadi saya udah komen dan sinyal tiba2 ilang.. Komen ilang juga deh.. huhuhu.. Padahal udah panjang2..

    Bagus, mbak tulisannya..
    Ada beberapa yang tidak tepat, tapi nggak krusial.. Paling banyak adalah kata ku yang terpisah. Padahal seharusnya digabungkan dengan kata sebelum atau sesudahnya..
    Misal: kupukul ia dengan tangan kananku.. Bukan ku pukul ia dengan tangan kanan ku..

    BalasHapus
  10. Terimaksih bang syaiha sudah kasih krisannya.

    BalasHapus
  11. Udah keren mbak.. aku meresapi kata demi kata yang mbak Wie tuliskan eh masih ada typo tuh mbak.. hehehheee

    BalasHapus
  12. Udah keren mbak.. aku meresapi kata demi kata yang mbak Wie tuliskan eh masih ada typo tuh mbak.. hehehheee

    BalasHapus
  13. Udah bikin tentang analogi, dwuhhh.. harus belajar lebih ekstra lagi neh :(

    BalasHapus