Resensi Slilit Sang Kiai : Pesan Hidup Melintasi Zaman

 
Dokpri

Judul : Slilit Sang Kiai
Pengarang : Emha Ainun Najib
Editor : Eko Endarmoko
Penerbit : Pustaka Utama Grafiti
Cetakan : ke v,  tahun 1992
Tebal buku : 243 halaman
Sampul : S. Malela

Selilit Sang Kiai karya Emha Ainun Najib atau sering dipanggil Cak Nun. Sebelumnya saya sudah membaca beberapa buku beliau. Seperti Markesot Bertutur, Sedang Tuhan pun Cemburu, Gelandangan Di Kampung Sendiri. Isi bukunya selalu bermuatan syarat pesan.

Buku slilit sang kiai ini memuat 69 kolom atau esai. Rata-rata esai ini sudah diterbitkan di media masa antara tahun 1980-1990 an. Dan dalam buku ini terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama diikat oleh tema-tema keagaaman. Bagian dua memaparkan problem berbagai kelompok masyarakat yaitu tentang ekonomi, politik dan budaya. Bagian ke tiga tulisan bersifat hal-hal yang lebih besar.

"slilit pernah memusingkan seorang kiai di alam kuburnya, bahkan mengancam kemungkinan suksesnya masuk surga. Ceritanya,  dia mendadak dipanggil Tuhan, sebelum para santrinua siap dipanggil untuk itu. Murid-murid setia setia itu, sudah menguburkan sang kiai, lantas ngelembur mengaji berhari-hari - agar dipertemukan dengan roh beliau barang satu dua jenak. Dan Allah Yang Maha Memungkinkan Segala Kejadian akhirnya menunjukkan tanda kebenaran-Nya dalam mimpi para santri itu. Roh kiai menemui mereka.

Terjadilah wawancara di "sana". Baik-baik, Nak. Dosa-dosaku umumnya diampuni. Amalku diterima. Ada yang membuatku masyigul. Kalian ingat waktu aku memimpin kenduri di rumah Pak Kusen? Sehabis makan bareng, hadirin berebut menyalamiku, hingga aku tak sempat mengurus slilit di gigiku. Ketika pulang, di tengah jalan, barulah bisa kulakukan sesuatu. Karena tidak bawa tusuk slilit maka aku mengambil potongan kayu kecil dari pagar orang. Kini alangkah sedihnya aku tidak sempat meminta maaf  pada yang empunya prihal tindakan mencuri itu. Apakah Allah bakal mengampuniku? (Hal 3)

Slilit sang kiai ini hanya salah satu judul esai di dalam buku ini. Di atas merupakan sedikit cuplikan dari esai slilit sang kiai. Cerita tentang kiai yang hampir gagal masuk surga karena telah mengambil kayu kecil sebesar tusuk gigi untuk membersihkan slilitnya. Tapi, seperti mencuri gelondongan kayu-kayu besar di Hutan Kalimantan.

Di sini Cak Nun memberi pesan bahwa Tuhan itu mutlak. Ada tempat pahala yang begitu sakral. Setiap amalan sekecil apapun akan dicatat, tidak ada yang luput dari pencatatan malaikat-Nya.

Selain selilit sang kiai ada beberapa esai yang saya suka yaitu Kupu-kupu sekolah dasar. Allah maha menepati janji, Makan minun Dak tentu. Dan beberapa esai lainnya.

Buku ini menjadikan saya orang yang memperlambat kecepatan baca. Karena setiap esai perlu dipahami, dibaca secara perlahan agar dapat dimengerti apa maksud pesan yang tersirat di setiap tulisan. Terlebih lagi ada kalimat-kalimat yang tidak dalam bahasa baku. Sehingga harus memahami betul apa maksud dari kata-kata itu.

Di setiap esai yang ditulis Cak Nun adalah bentuk kegelisahannya. Sehingga ia menulis dengan pendekatan-pendekatan keislaman. Setiap tulisannya mengandung makana yang begitu dalam. Dan setiap esai yang ditulis pesannya melintasi zaman. Masih relevan untuk keadaan hari ini.

#tantanganodop




Bagikan

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

14 Comments

  1. Aku punya bukunya, tapi belum kelar baca sampai sekarang, heheheh... Kadang novel lebih menarik bagi aku mbak, dudududu

    BalasHapus
  2. Guru bangsa.. maulana muhammad ainun nadjib 🙇🙇

    BalasHapus
  3. Duh, apa kabar aku yang jaman kecil suka ngambil blimbing tetangga sebelah rumah ga ijin 🙈🙈
    Dosaku banyak ya Allah

    BalasHapus
  4. Betul banget. Esai Cak Nun selalu lintas zaman.

    BalasHapus
  5. Aku punya buku nya . Jadi pengen baca lagi

    BalasHapus
  6. Aku lagi baca Markesot Bertutur Mba, tadinya ini yang mau dijadikan bahan buat tantangan, eh ga kburu 🙈🙈

    BalasHapus
  7. Waah keren, penasaran jadinya

    BalasHapus
  8. Mantap mbak, begitu mudahnya masuk surga, tapi begitu mudahnya juga masuk neraka. Yang jelas dosa sudah pasti terus bertambah, maka jangan berhenti berbuat amal kebajikan, timbangan akherat lah nanti yg menentukan.

    BalasHapus
  9. Bukunya berat kayaknya isinya, tapi keren di pelajari keceh ka dew

    BalasHapus
  10. Tulisan Cak Nun memang selalu membuat pembaca berpikir mendalam layaknya para filsuf. 😍

    BalasHapus
  11. Jadi rindu ingin mendengarkan pengajian Cak Nun lagi "padang mbulan" ..

    BalasHapus
  12. Hmmm..jadi hikmahnya adalah kita perlu berhati-hati dalam bertindak termasuk masalah slilit yang sebenarnya sepele tapi tetap harus dipertanggungjawabkan ya mbak..setiap kita harus berhati-hati terhadap anak kecil yang menyumbang dosa

    BalasHapus