Takdir Es Krim



Siang terlalu terik untuk keluar rumah. Namun, keinginan untuk menikmati es krim selalu menggoda. Menghitung-hitung waktu untuk keluar rumah atau tidak. Namun, akhirnya akur pada keinginan. Ya, keinginan. Karena es krim itu keinginanku, bukan kebutuhan.

Ojek online kupesan. Kulihat harga pembayaran, tertera nominal tujuh belas ribu. Kuhitung lagi, jika naik angkutan kota dan becak motor. Ternyata lebih murah daripada naik ojek online. Setelah bersiap, akhirnya aku memutuskan untuk naik angkutan kota dan sambung becak motor. Lebih murah sebelas ribu.

Dasar wanita. Memang selalu begitu. Soal hitungan keuangan selalu detail. Tidak salah jika ada kutipan mengatakan "wanita yang tidak belajar akuntansi, nantinya juga akan jadi bendara yang handal mengatur pengeluaran dan pemasukan." Rasanya kutipan ini ada benarnya.

Akhirnya sampai pada tempat yang dituju. Suasana belum ramai. Masih sepi pengunjung, karena kedai es krim ini baru saja buka beberapa menit yang lalu. Pramuniaga masih santai. Aku duduk di kursi panjang. Mengahadap lukisan es krim yang warna warni. Kupesan es krim blackforest. Tidak lama kemudian sampai di mejaku.

Kupandangi es krim yang ada di hadapan. Lalu kufoto dengan gawai. Dengan posisi yang menarik sebelum sampai takdirnya sampai. Lantas aku tidak ingin menyalahkan siapapun, termasuk waktu ketika es krim itu harus lumer. Aku harus menciptakan takdir es krim ini. Lumer di piring atau lumer di mulutku.

Bagikan

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

2 Comments