Antara Menahan Pipis dan Menahan Marah

By Google 
Pagi nan syahdu di langit Jogja. Aku dan kakak keluar dari sebuah penginapan. Penginapan yang tidak aku rekomendasikan. Kami bermalam di situ karena posisi kepepet. Hari sudah malam mana musim liburan pula. Semua penginapan murah sudah full booking. Jadi mau tidak mau kami menginap di situ.

Tujuan utama pagi itu adalah Stasiun Tugu menuju Solo. Daru Penginapan kami menyusuri area pedestrian Malioboro yang sudah dipenuhi para pedagang kaki lima, pejalan kaki atau parawisatawan yang datang dari segala penjuru. Aku dan kakak menyempatkan sarapan di area pedestrian. Mie bumbu pecal jadi menu pilihan. Kami menikmati di bangku-bangku yang tersedia di area pedestrian. Dengan lahap dan cepat kami menghabiskan sarapan pagi itu. Karena jam kereta hanya tinggal beberapa menit lagi. Setelah sarapan kami bergegas melanjutkan perjalanan.

Tidak lama sampai stasiun kereta pramex yang akan membawa kami ke Solo pun tiba.  Langsung saja kerumunan manusia memasuki perut ular besi itu. Lagi-lagi kami harus berdiri. Semua bangku penuh. Lumayan juga perjalanan 2 jam harus berdiri. Tapi, beberapa stasiun lagi hampir sampai aku bisa duduk. Sedangkan kakak masih tetap berdiri menyandar tiang (tiang lebih kokoh daripada jodoh yang belum pasti) Masya Allah  sekali ya. 😂

Sejujurnya selama perjalanan Aku sudah menahan sesak pipis yang buat ngga enak hati. Sampai di Stasiun Purwosari-Solo, langsung saja tujuan utamaku toilet. Harus menunggu beberapa menit, karena toilet masih dibersihkan oleh petugas. Selesai dibersihkan orang yang sudah ngantri berbaris panjang. Termasuk Aku lah di barisan tersebut. Toilet yang tersedia ada empat. Semuanya penuh. Kami menunggu giliran masuk. Tiba-tiba seorang ibu dengan anaknya sekitar usia lima tahun memotong barisan. Seenaknya saja berdiri di hadapan pintu toilet.

Kami saling berpandangan satu sama lain. Di belakangku berbisik dengan bahasa jawa halus tapi masih aku mengerti artinya. Orang sudah antri lama dia malah nyelonong begitulah kurang lebih bisikan tetangga belakang. Aku juga sempat marah dalam hati. Tidak berani menyuarakan. Lagian ini bukan kotaku. Sebagai tamu di kota itu aku cukup kalem. Dan baru sadar bahwa aku di Indonesia.  Jadi, tidak perlu marah cukup ditahan saja marahnya. Jika Aku marah bisa-bisa benteng pertahananku bisa jebol. Nahan marah dan nahan pipis itu Termasuk ujian.

Bagikan

Artikel Terkait

Previous
Next Post »