Surat Sahabat Dari Garda Terdepan


Image by google
Pagi ini desa kami tertutup kabut. Jam sudah menunjukan pukul 7.00wib. Ku dapati cuma tiga orang murid yang hadir di halaman sekolah. Biasanya sebelum pukul tujuh sudah ramai anak-anak berkumpul di halaman sekolah. Matahari sedikit malu-malu menampakan sinarnya. Kabut pun mulai menipis, samar-samar ku melihat seragam merah -putih menuju sekolah. Akhirnya anak-ank mulai berdatangan. Ku sambut mereka di depan gerbang kayu sekolah kami. Mereka pun tersenyum malu-malu.

"Selamat pagi anak-anak" sapa ku dari depan gerbang kayu sekolah.

"Selamat pagi bu guru Vera" sahut mereka penuh senyum semangat.

Mereka pun bertiga langsung berlari ke dalam kelas masing-masing. Pagi ini guru yang datang hanya aku dan pak Ridwan. Kebetulan hari ini kepala sekolah sedang ada urusan ke kota. Guru honor yang ada mungkin agak terlambat, karena mereka menuju ke sekolah menumpangi truck sayur yang mengangkut kopi dan sayur-mayur dari desa kami.

Kabut hampir hilang sepenuhnya. Langit biru cerah memayungi sekolah kami. Sekolah kayu, dengan atap yang sebagiannya sudah bocor sehingga dapat melihat birunya langit dari atap yang bocor. Tetapi, anak-anak tetap semangat belajar. Hari ini aku mengajar kelas 3-6 sedangkan pak Ridwan mengajar kelas 1-3. Kami cukup kualahan mengajar tiga kelas. Tapi, semua itu harus dilakoni. Karena di desa Bukit Barisan ini memang kekurangan tenaga pengajar.

Ku dengar di ujung sana, pak Ridwan mengajar menyanyi kepada murid kelas 1 dan 2 sedangkan kelas 3 dibiarkannya dulu sehingga murid-murid bising dan berlari-lari dalam kelas. Meskipun kelas yang kami punya hanya ruangan besar yang disekat-sekat sebagai pemisah antara kelas satu dengan kelas lainnya dan para pengajar dapat berjalan dari satu kelas ke kelas lainnya tanpa susah payah, karena bagian depan kelas tidak diberi pembatas agar guru lebih leluasa. Sedangkan aku hari ini tidak banyak memberi materi kepada anak-anak. Setelah itu aku membacakan surat sahabat dari berbagai kota dan negara.

Anak-anak sangang mendapatkan surat dan postcard dari sahabat-sahabat yang ada di ibu kota, Laiden-Belanda dan Kuala Lumpur-Malaysia. Mereka sangat antusias ketika dari mereka membacakan surat-surat yang ku terima tiga hari lalu dan mereka sangat senang melihat gambar-gambar yang ada di postcard.

Postcard dan Surat yang pernah ku kirim
Ke anak-anak di  Waya-Halmahera selatan, Bukit Barisan -Sumsel dan Gunung mimpi Irian jaya. 

Akhirnya Anak-anak ku suruh menuliskan cita-cita mereka yang nantinya akan ku hantar kepada teman-teman sebagai surat balasan.

"Kepada:  Kak Dewie DeAn
Di : Kuala Lumpur

Salam 
Kakak kami senang sekali mendapat Surat dari Kakak. Kami ingin ke Kuala Lumpur. Kami ingin belajar disana. Kami ingin jadi guru banyak ilmunya seperti ibu guru kami ibu Vera. Kami ingin naik pesawat, tinggi terbang di angkasa. Kakak Dewi datanglah ke desa kami. Desa kami di Bukit barisan. Berhawa dingin. Di sini banyak tanaman sayur, cengkeh dan kopi. Ibu dan bapak saya setiap hari keladang kopi. Saya sehabis pulang sekolah menjaga adik kalau ibu lagi di ladang. Kata bu Vera kami akan di ajak ke kota setelah pembagian raport. Kami senang sekali.".

Begitulah surat yang di kirim anak-anak Bukit Barisan dengan tulisan tangan mereka dan bahasa polos mereka.

"Kepada : Sahabat Pena 
Di:  Negeri seberang 

Salam
Terimakasih sebelumnya, sudah menyempatkan untuk mengirim Surat dan berbagi inspirasi serta semangat kepada murid-murid di Bukit Barisan. Mereka sangat antusias dengan Surat yang kamu kirimkan. Tetaplah goresan penamu menjadi senjata untuk menyemangati anak negeri yang berada di daerah terpencil, terluar dan terdepan. Biarlah goresan pena yang kamu kirimkan juga menjadi senjata untuk terus mencambuk semangtku untuk bertahan mengajar di desa ini. Karena jika semua ke kota, siapa yang akan menjadi pengajar di desa ini. Anak-anak cerdas dan berpotensi di desa ini tak boleh di biarkan pendidikanny. Jika suatu hari nanti Pendidikan Indonesia lebih baik dari hari ini aku ingin menjadi bagian dari Yang memperjuangkannya.

                                                  Bukit Barisan
                                                       VERA

Di desa kami tidak ada kantor pos. Surat-surat itu akan aku kirimkan ketika aku turun ke kota.

Bagikan

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

6 Comments

  1. Balasan
    1. Terimakasih sudah singgah, nang.
      Ayo nulis di blog. Nnti aku kunjungan ke blog nang ayu

      Hapus
  2. Dewi...itulah potret pendidikan di indo..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga Pendidikan Indonesia semakin membaik kedepannya.Aamiin

      Pengen jadi relawan...

      Hapus
  3. Salut pada para pendidik, petugas kesehatan, petani, yang mengajar di pelosok dan pedalaman. Semoga pendidikan Indonesia lebih baik. Aamiin..

    BalasHapus